Post on 16-Oct-2021
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
D-22
ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL
MENGGUNAKAN KANAL VHF
Sherli D. J1, Laode M. A2, Hani’ah M.3, Ari W.4, Okkie P.5, Nur Adi S.6
Program Studi Teknik Telekomunikasi
Departemen Teknik Elektro
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya 1 sherli.dwijayanti@gmail.com, 2 laodemuh.andrianto@yahoo.com, 3haniah@pens.ac.id
Abstract
Indonesia is a maritime nation which consists of approximately 78,86% ocean territory and become one of the
highest shipping traffic in Southeast Asia. Therefore, it requires an integrated system to enable traffic entry and
exit communication of oceangoing vessels in the port. Tanjung Perak Port has classified as high-traffic port
resulting in high communication traffic. The objective of this research is to observe propagation model that
established by transmitter and receiver. Maritime radio communication is required to send ships location and other
mandatory information for emergency case. Generally, maritime communication has been implemented by
utilizing VHF communication systems, but not every part of the sea has a good signal coverage and quality. In this
study, some input and output parameters of VHF are necessary to calculate link budget, such as pathloss,
acceptance, fade margin, and etc. The propagation characteristics affect the quality of the received power and
coverage area. The reduction percentage of received power in distance is 7,63%, whereas the effect of losses on a
coverage area that is 12,5%, as same as the cable attenuation.
Kata Kunci: VHF, link budget, pathloss
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara maritim dengan
wilayah sebesar 5,8 juta Km2 atau sekitar 78,86%
wilayahnya adalah lautan dan merupakan salah satu
Negara kepulauan dengan lalulintas pelayaran yang
cukup sibuk di Asia Tenggara, Ramdhan & Arifin
(2013). Oleh karena itu, membutuhkan sebuah sistem
yang dapat memantau dan memudahkan komunikasi
pada lalu lintas kapal atau keluar masuknya kapal di
pelabuhan. Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
tergolong pelabuhan kelas satu di Indonesia dimana
lalu lintas kapal yang keluar dan masuk pelabuhan
sangat tinggi sehingga berdampak pada tingkat
komunikasi pelabuhan ke kapal yang sangat sibuk.
Pada umumnya, komunikasi yang dilakukan
di laut sudah menggunakan sistem komunikasi VHF
namun tidak semua wilayah memiliki kualitas sinyal
yang baik dan jangkauan areanya luas. Komunikasi
radio dibutuhkan dibidang maritim untuk
mengirimkan data berupa posisi kapal dan beberapa
informasi penting lainnya seperti keadaan darurat.
Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi yaitu
karakteristik propagasi, dimana sinyal mengalami
difraksi di atas permukaan yang halus seperti laut,
yang memungkinkan untuk mengikuti kelengkungan
bumi, Tunaley (2011). Sehubungan dengan hal
tersebut maka pada penelitian kali ini akan dilakukan
analisa link budget pada kanal VHF band maritim
dengan maksud agar dapat mengetahui tentang model
propagasi antara pemancar dan penerima, sehingga
dapat dimaksimalkan dan digunakan pada
pengembangan komunikasi maritim yang dapat
mencakup area yang lebih luas dengan penambahan
beberapa parameter yang mempengaruhi efek
propagasi VHF. Selain itu juga dapat diterapkan pada
pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan sebagai dasar
analisa perhitungan link budget untuk pengembangan
teknologi VHF di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
2. Perencanaan Link Budget
Pada penelitian ini dilakukan perhitungan link
budget antar pelabuhan ke kapal menggunakan VHF
maritim. Gambar 1 merepresentasikan diagram alir
perhitungan link budget.
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
D-23
Gambar 1. Diagram alir perhitungan link budget
Parameter input link budget berupa letak
koordinat, frekuensi yang digunakan, daya pancar,
gain antenna dan konfigurasi menara yang mencakup
tinggi menara pengirim, polarisasi, panjang antena
dan jarak antara pengirim dan penerima.
Link budget merupakan perhitungan redaman
dan penguatan yang digunakan sebagai perhitungan
awal dalam perencanaan suatu sistem komunikasi
wireless pada suatu kawasan tertentu. Perhitungan
power link budget atau analisa path memiliki peranan
penting agar hasil perencanaan dapat mencapai hasil
optimum dan efisiensi baik dari segi kehandalan
teknis maupun biaya.
Dalam penelitian ini apabila semua parameter
pendukung terpenuhi maka dapat dilakukan
perhitungan link budget dengan beberapa variasi
ketinggian yang berpengaruh terhadap daya terima
berdasarkan jarak yang ditempati oleh penerima.
Perhitungan link budget dibutuhkan input parameter
frekuensi dan jarak sehingga hasil akhir dari
perhitungan yaitu berupa nilai pathloss propagasi
antara pengirim dan penerima dan tingkat kualitas
sinyal terima.
Tabel 1. Parameter antenna pemancar
Parameter
(Tx) simbol Nilai Satuan Sumber
Tinggi
Antena
Ht 60 Meter
(m)
Disnav
Frekuensi F 156.0
00 -
157.4
25
MHz JRV – 500
BPM
Daya Pancar Ptx 46 dBm JRV – 500
BPM
Gain Tx Gtx 3 dBi JRV – 500
BPM
Panjang
Kabel
65 Meter
(m)
Disnav
Tabel 2. Parameter antenna penerima
Parameter
(Rx) simbol Nilai Satuan Sumber
Tinggi
antena
Hr 20,
17,5,
& 15
Meter
(m)
PT. Pelni
Frekuensi F 15.00
0 –
157.4
25
MHz JRV – 500
BPM
Gain Rx Grx 3 dBi NRE – 332
Guard
Receiver
Sensitivi-tas Rth -101 dBm NRE – 332
Guard
Receiver
Data Tabel 1 dan 2 diasumsikan bahwa
kondisi kapal dalam keadaan diam dimana posisi
kapal disekitar selat Madura dengan kondisi laut yang
tenang dan menunggu panggilan dari pelabuhan
untuk sandar ke pelabuhan dan melakukan proses
bongkar muat, sehingga pelabuhan melakukan
komunikasi kepada kapal melalui channel 12 dengan
range frekuensi 156.600 MHz, Dirjen Perhubungan
Laut.
Spesifikasi kabel yang digunakan pada kapal
adalah RG-58, yang akan dibandingkan dengan kabel
RG-8x dan RG-213 sehingga dapat diketahui
mengenai daya terima berdasarkan losses kabel jika
mengacu pada persamaan (1).
Redaman
Kabel(Lr) =
𝑎𝑡𝑒𝑛𝑢𝑎𝑠𝑖
100 𝑥 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑏𝑒𝑙 (1
Tabel 3. Loss kabel berdasarkan panjang kabel
Jenis/panjang
kabel 10 m 8 m 6 m
RG – 58 2,0 dB 1,6 dB 1,2 dB
RG – 8x 1,5 dB 1,2 dB 0,9 dB
RG - 213 0,9 dB 0,7 dB 0,5 dB
Tabel 3 merupakan data nilai losses kabel
penerima berdasakan jenis dan panjang kabel. Losses
kabel tersebut digunakan sebagai parameter
pembanding dari kabel yang digunakan, sehingga
didapatkan kabel yang bagus untuk digunakan pada
penerima berdasarkan daya terima.
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
D-24
Pada penelitian ini menggunakan perangkat
simulasi yaitu matlab. Matlab adalah sebuah software
komputasi numerikal dan bahasa pemrograman
komputer generasi keempat. Dikembangkan oleh The
Math 7 Works, matlab memungkinkan manipulasi
matriks, pem-plot-an fungsi dan data, implementasi
algoritma, pembuatan antarmuka pengguna, dan
pengantarmuka-an dengan program dalam bahasa
lainnya.
2.1 Daya Terima (Pr)
Radio propagasi di atas permukaan laut berbeda
dengan model propagasi darat. Hal ini dikarenakan
jumlah power penerima dari mobile station yang
terletetak diatas laut merupakan jumlah dari
gelombang langsung, gelombang yang dipantulkan
dari permukaan laut, dan gelombang yang
dipantulkan dari darat. Sehingga mengakibatkan
gangguan ke basis-stasiun lain dan mobile unit. Daya
yang diterima di atas permukaan laut diberikan oleh
persamaan (2), Hebert, James (2005).
PR = PT – Lp + GantT + GantR – Lt – Lr (2)
Dengan :
PR = Daya Terima (dBm)
PT = Daya Pancar (dBm)
Lp = Loss propagasi FSL (dB)
GantT = Gain transmitter antena (dBi)
GantR = Gain receiver antenna (dBi)
Lt = Loss cabel transmitter antenna (dB)
Lr = Loss cabel receiver antenna (dB)
2.2 Loss Propagasi 2-ray
Pada loss propagasi 2-ray refleksi permukaan
laut merupakan komponen yang mentransmisikan
sinyal radio, maka pada proses tersebut dapat terjadi
loss propagasi yang dapat dimodelkan menggunakan
L2-ray. Gambar 2 adalah simulasi L2-ray dengan
tinggi pemancar dan penerima yang berbeda. Oleh
karena itu, model 2-ray path loss di sederhanakan
menjadi persamaan (3).
PL2-ray=-10log10
{(𝜆
4𝜋𝑑)2[2 𝑠𝑖𝑛 (
2𝜋ℎ𝑡ℎ𝑟
𝜆𝑑)]
2
} (3
Dengan :
PL2-ray = 2-ray propagation loss (dB)
Λ = panjang gelombng (m)
hthr = tinggi transmitter dan receiver (m)
d = jarak propagasi (m)
2.3 Loss Propagasi L3-ray
Pada umumnya, over the sea propagasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan posisi radio platform
dekat dengan permukaan laut dan ratusan meter di
atas permukaan laut atau lebih tinggi, Yong bai,
Wencai Du, Chong Shen (2012). Path loss model 3-
ray (termasuk LoS ray langsung, reflected ray dari
permukaan laut, dan juga sinar refracted oleh saluran
penguapan) digunakan untuk pemodelan dan
memprediksi propagasi LoS preliminarily dekat
permukaan laut. Secara matematis, dapat ditulis
berdasarkan persamaan (4).
PL3-ray = -10 log10 {(𝜆
4𝜋𝑑)2[2 (1 + ∆)]2} (4
Dengan:
∆ = 2 sin (2𝜋ℎ𝑡ℎ𝑟
𝜆𝑑) sin
(2𝜋(ℎ𝑒− ℎ𝑡 )(ℎ𝑒− ℎ𝑟)
𝜆𝑑)
(5
Dengan :
ht, hr = panjang transmitter dan receiver (meter)
he = panjang saluran yang efektif
2.4 Loss Permukaan Laut
Permukaan laut bekerja sebagai reflektor
untuk propagasi radio, dan sebagai hasilnya,
degradasi sinyal lengkap di sepanjang jalur. Dalam
lingkungan terestrial, ada kendala dari berbagai
ukuran, yang mengakibatkan refleksi, refraksi dan
hamburan dari sinyal dalam saluran komunikasi. Path
loss di lingkungan terestrial lebih tinggi daripada di
ruang bebas, dan itu ditentukan oleh Elliott.
LT(d) = Ls(do) + 10 n log + 𝑑
𝑑0Xf (6
Dengan :
Ls(do) = PLFSL (dBm)
N = pathloss komunikasi maritim (dBm)
Xf = representasi ketinggian gelombang (dBm)
Gambar 2. Simulasi komunikasi kapal
dan SROB menggunakan metode 2-ray
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
D-25
2.5 Fade Margin
Fade Margin merupakan nilai selisih antara
daya terima (RSL) terhadap threshold level (Rth).
Nilai fade margin diberikan pada desain link untuk
mempertahankan kualitas pelayanan jaringan
komunikasi agar tetap stabil dan memenuhi minimal
kualitas layanan. Untuk menghitung Fade Margin
digunakan persamaan (7).
FM = RSL - Rth (7
Dengan :
FM = Fade margin (dB)
RSL = Daya terima (dBm)
Rth = Batas level minimum yang diterima antena
peneriman (dBm)
3. Hasil dan Analisa
Hasil dari penelitian ini yaitu analisa link
budget antara pelabuhan (Stasiun Radio Pantai) ke
kapal pada frekuensi pancar 156.600 MHz yang
meliputi jarak lintasan antara pelabuhan ke kapal,
frekuensi kerja yang digunakan, besaran losses antara
pemancar (Tx) dan pengirim (Rx) serta parameter
lainnya yang mempengaruhi nilai redaman pada
system komunikasi VHF maritim.
3.1 Free Space Loss
Propagasi free space loss merupakan salah
satu parameter output, sebab dengan parameter
tersebut dapat diketahui besarnya redaman antara
pengirim dan penerima dalam kondisi line of sight
tanpa adanya penghalang atau obstacle.
Hubungan free space loss terhadap jarak dapat
ditampilkan dalam bentuk grafik free space loss
terhadap fungsi jarak pada gambar 3.
Dari gambar 3 dapat diketahui kapal dapat
berkomunikasi dengan radio pantai dengan
memperhatikan jenis kabel yang digunakan. Jarak
coverage terjauh dari sisi penerima adalah pada jarak
302 km dengan menggunakan jenis kabel RG-213
sedangkan pada kabel RG-58 dapat mencapai jarak
sejauh 272 km dengan nilai atenuasi yang berbeda
dari setiap kabelnya. Dari hasil tersebut dapat
diketahui mengenai semakin kecil atenuasi kabel
akan semakin jauh jarak cakupan areanya sebab
pengaruh terhadap losses sedikit berkurang.
3.2 Pathloss 2-ray
Loss 2-ray merupakan loss atau rugi-rugi yang
terjadi pada lintasan pengirim dan penerima dengan
menghitung pengaruh direct ray dan juga pengaruh
gelombang tercermin atau memantul dipermukaan
laut.
Nilai redaman yang disebabkan karena adanya
penyerapan atmosfir dan reflected ground
berdasarkan tinggi antenna penerima ditunjukkan
oleh Gambar 4. Perbedaan nilai redaman tersebut
menunjukkan adanya pengaruh terhadap tinggi
antenna penerima dan panjang lintasan. Semakin
tinggi antenna penerima dari ground maka nilai
redamannya semakin besar.
Pada jarak 50 km dengan tinggi antenna 20 m
akan menerima loss sebesar 126,42 dB. Sedangkan,
ketika tinggi antenna 17,5 meter pada jarak yang
sama yaitu 50 km akan menerima losses sebesar
127,54 dB. Dari hasil tersebut menunjukkan tinggi
atenna yang berbeda dengan jarak yang sama akan
menghasilkan loss yang berbeda.
3.3 Pathloss 3-ray
Loss 3-ray merupakan loss atau rugi-rugi yang
terjadi pada lintasan pengirim dan penerima dengan
memperhatikan pengaruh direct ray, pengaruh
gelombang tercermin atau memantul dipermukaan
laut dan juga evaporation duct atau tinggi penguapan
saluran. Evaporation duct dapat terjadi ketika posisi
penerima berada diatas jarak d break dari pemancar.
Gambar 3. Grafik free space loss terhadap
jarak
Gambar 4. Grafik pathloss 2-ray dengan
variasi tinggi penerima
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
D-26
Pada tinggi penguapan ini menurut penelitian
sebelumnya adalah antara 20 sampai 40 meter, dalam
perhitungan ini akan digunakan sampel dengan tinggi
penguapan saluran yaitu 35 meter serta asumsi
parameter tinggi antenna kapal yang berbeda.
Dari gambar 5 pada jarak lebih dari 10 km
tinggi antenna kapal tidak lagi berpengaruh pada
pemodelan 3- ray. Sehingga apabila lebih dari nilai d
break tidak ada pengaruh penguapan saluran pada
jalur pengiriman antara pemancar dan penerima.
3.4 Pathloss Tinggi Gelombng Laut
Pathloss gelombang laut merupakan pathloss
yang memperhatikan pengaruh dari reflaksi, refraksi
dan hamburan dari sinyal dalam chanel komunikasi,
Chow Yen Desmond (2012). Dari hasil perhitungan
pathloss tinggi gelombang laut dapat diketahui
mengenai besaran losses dengan memperhatikan
pengaruh tinggi gelombang rata-rata adalah setinggi
1 meter sehingga dapat menghasilkan loss pada jarak
10 mil laut adalah sebesar 109,49 dB.
Gambar 6 dapat dianalisa bahwa semakin jauh
jarak kapal dari pemancar maka losses yang terjadi
akan semakin besar, begitu juga dengan tinggi
gelombang apabila gelombang laut semakin tinggi
maka losses juga akan semakin besar. Sehingga,
apabila kapal berada di tengah laut dengan keadaan
ombak yang besar maka nilai redaman yang diterima
juga akan besar sebab terdapat pengaruh gelombang
yang membuat sinyal terganggu.
3.5 RSL berdasarkan pengaruh pathloss 2ray
RSL (receive signal level) pathloss 2ray yaitu
untuk mengetahui pengaruh dan daya terima
berdasarkan besarnya redaman dengan
memperhatikan pengaruh pantulan dari permukaan
laut.
Dari gambar 7 dengan variasi tinggi antenna
yang berbeda yakni dengan ketinggian 17,5 meter dan
15 meter masing-masing menghasilkan pathloss
sebesar 75,69 dB untuk kapal dengan ketinggian 17,5
meter dan ketinggian 15 meter pathloss yang
dihasilkan sebesar 76,07 dB. Sehingga pada kapal
dengan ketinggian antenna 17,5 meter dan 15 meter
pada jarak 1 mil masing-masing kapal dapat
menerima daya terima sebesar -36,97 dBm dan -36,19
dBm. Berdasarkan persamaan pathloss 2-ray tersebut
dengan asumsi jarak kapal ke pemancar sejauh satu
mil laut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
antenna penerima pada kapal maka pathloss akan
semakin kecil sehingga dapat memaksimalkan
kualitas daya terima.
3.6 RSL berdasarkan pengaruh pathloss 3ray
RSL pathloss 3ray bertujuan untuk
mengetahui seberapa jauh pengaruh 3-ray pada
propagasi VHF. Pathloss 3-ray memilki tiga
pengaruh yaitu dari direct ray, reflected ray dan juga
evaporation duct terhadap daya terima dengan tinggi
antenna penerima serta loss kabel yang berbeda
sesuai panjang kabel yang digunakan.
Gambar 5. Perbandingan hr menggunakan
loss 3-ray dengan he = 35 m
Gambar 6. Grafik pathloss dengan memperhatikan
tinggi gelombang laut
Gambar 7. Grafik daya terima L2-ray pada tinggi
antenna yang berbeda
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
D-27
Dari gambar 8 dapat diketahui bahwa
pengaruh 3-ray pada propagasi VHF dengan jarak
diatas 5000 meter dari penerima sudah tidak dapat
diprediksi lagi oleh persamaan (1) dengan
menggunakan loss propagasi dan menggunakan
persamaan (3), sehingga dapat disimpulkan pada
propagasi VHF dengan jarak diatas 5000 meter untuk
tinggi antenna 15, 17,5 dan 20 meter di penerima
tidak ada pengaruh dari evaporation duct atau
penguapan saluran sebab dari hasil tersebut pada
jarak diatas 5000 meter tidak dapat di prediksi.
3.7 RSL berdasarkan Loss tinggi gelombang
RSL berdasarkan tinggi gelombang laut
merupakan metode untuk mengetahui kualitas daya
terima dengan mempertimbangkan pengaruh loss
propagasi terhadap ketinggian gelombang laut
dimana semakin tinggi gelombang laut maka akan
semakin besar loss yang terjadi pada saluran
propagasi.
Dari gambar 9 tersebut dapat diketahui bahwa
semakin jauh jarak komunikasi antara pemancar
kepada penerima maka daya terima akan semakin
kecil sebab sangat di pengaruhi oleh besarnya nilai
pathloss yang diterima penerima dengan
memperhatikan tinggi gelombang laut. Pada jarak 53
km atau sejauh 28,61 mil laut mendapat daya terima
sebesar -84 dBm sedangkan pada jarak 20,160 km
atau sejauh 10,88 mil laut dengan daya terima sebesar
-97,88 dBm, nilai tersebut membuktikan bahwa
semakin jauh jarak pengirim ke penerima maka daya
terima akan semakin kecil.
3.8 Coverage Area
Coverage area merupakan cakupan atau jarak
terjauh yang dapat dijangkau pemancar dengan
kualitas daya terima yang baik pada sisi penerima,
coverage area juga dapat diketahui melalui
perpotongan antara daya terima dengan level
sensitivitas pada penerima.
Dari gambar 10 dapat diketahui bahwa sejauh
mana kapal dapat berkomunikasi dengan radio pantai
dengan memperhatikan jenis kabel yang digunakan.
Pada gambar 3 dapat diketahui mengenai jarak
coverage terjauh adalah pada jarak 302 km dengan
menggunakan jenis kabel disisi penerima yaitu RG-
213 sedangkan pada kabel RG- 58 dapat mencapai
jarak sejauh 272 km dengan nilai atenuasi yang
berbeda dari setiap kabelnya. Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa semakin kecil atenuasi kabel akan
semakin jauh jarak cakupannya sebab pengaruh
terhadap losses sedikit berkurang.
3.9 Fade Margin
Fade margin merupakan gangguan karena
pantulan dan lapisan udara yang tidak seragam.
Fading bisa terjadi di sembarang tempat dimana
sinyal gelombang diterima. Dari penelitian ini
besaran nilai fade margin berdasarkan posisi kapal
terhadap jarak dari pemancar dimana nilai fade
margin dari setiap tabel berbeda sebab
memperhatikan atenuasi dari kabel yang digunakan
seperti pada jarak 7,76 mil dengan menggunakan
kabel RG-58, RG-8x, dan RG-213 dapat
menghasilkan besaran nilai fade margin yang berbeda,
Gambar 8. Grafik daya terima L3-ray pada tinggi
kapal yang berbeda ketinggian dan losses kabel
dengan he=35
Gambar 9. Grafik daya terima dengan pengaruh
tinggi gelombang laut
Gambar 10. Pengaruh loss kabel RG-58
terhadap jarak maksimum coverage area dengan
he=35
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
D-28
dengan nilainya masing-masing adalah 32,31 dBm,
32,81 dBm dan 33,4 dBm. Dari data tersebut dapat
diketahui mengenai semakin kecil atenuasi kabel
yang di hasilkan maka nilai fade margin akan
semakin besar.
4. Kesimpulan dan Saran
Berikut kesimpulan yang didapat dari penelitian ini.
1. Parameter yang paling berpengaruh dalam
komunikasi antara pemancar dan penerima adalah
nilai dari loss propagasi. Pada ketinggian antenna
17,5 meter daya terima yang dihasilkan sebesar -
36,97 dBm. Semakin tinggi antenna maka
berpengaruh pada kualitas daya terima.
2. Gelombang laut mempengaruhi kualitas daya
terima ketika pada jarak 53 km atau sejauh 28,61
mil laut mendapat daya terima sebesar -84 dBm
sedangkan pada jarak 20,160 km atau sejauh
10,88 mil laut dengan daya terima sebesar -97,88
dBm, nilai tersebut membuktikan bahwa semakin
jauh jarak pengirim ke penerima maka daya
terima akan berkurang sebeasar 7,63%.
3. Coverage area dapat diketahui berdasarkan
coverage terjauh menggunakan kabel RG-213
disisi penerima dengan jarak 302 km dan losses
kabel 0,9 dB. Semakin jauh cakupan area maka
semakin kecil atenuasi kabel karena pengaruh
terhadap losses berkurang sebesar 12,5%.
4. Nilai fade margin kabel RG-213 sebesar 33,4 dBm.
Berdasarkan nilai tersebut semakin kecil atenuasi
kabel yang di hasilkan maka nilai fade margin
akan semakin besar sehingga kabel RG-213
memiliki gangguan pantulan lapisan udara yang
besar.
.
Daftar Pustaka:
Chow Yen Desmond.(2012): The Propagation Of
VHF & UHF Radio Waves Over Sea Paths,
Thesis Submitted for The Degree of Doctor
Philosophy, University of Lichester
Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Departemen
Perhubungan RI, “JRV-500 BPM VHF
Transceiver”, Distrik Navigasi Kelas II
Surabaya, Surabaya
Hebert, James.(2005): Marine VHF Radio
Communication, Unautorized Reproduction
Prohibited
Ramdhan, Muhammad. & Arifin, Taslim.(2013):
Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam
Penilaian Proporsi Luas Laut Indonesia, Jurnal
Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 2: 141 – 146
Tunaley, J. K. E.(2011): VHF Propagation Study,
London Research and Development Corporation
Yong bai, Wencai Du, Chong Shen.(2012): Over the
Sea Propagation and Integrated Wireless
Networking for Ocean Fishery vessels, College
of Information Science & Technology, Hanian
University