EKONOMI MANAJERIAL
OPTIMASI EKONOMI
makalah
Kelompok 1
Fajrul marinda 105030201111042
Ainul Chanafi 105030207111034
Putra Firman J 105030207111032
Arif Angestio S 105030207111013
Mohamad ardi F 105030200111025
Ilmu Administrasi Bisnis
Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
2012
OPTIMISASI EKONOMI
A. Maksimisasi Nilai Perusahaan
Dalam ekonomi manajerial, tujuan pokok manajemen adalah memaksimumkan nilai perusahaan.
Tujuan ini ditunjukan dalam persamaan :
Nilai=∑t=1
n Laba(1+i)t
atau Nilai=∑t=1
n TR−TC(1+i )t
Memaksimumkan persamaan merupakan pekerjaan yang kompleks, karena mencakup faktor
penentu penerimaan, biaya, dan tingkat diskonto untuk setiap tahun pada masa yang akan datang.
Penerimaan total (TR) suatu perusahaan secara langsung ditentukan oleh produk yang terjual
dengan harga jualnya. Ini berarti TR adalah harga pokok (P) dikalikan dengan kuantitas (Q), atau TR =
P x R.
Dalam pembuatan keputusan manajerial, hal-hal penting yang harus diperhatikan adalah factor-
faktor yang mempengaruhi harga dan kuantitas saling keterkaitan antara factor-faktor tersebut.
Factor-faktor tersebut adalah :Pemilihan product yang dirancang perusahaan, Pengolahannya,
Penjualannya, Strategi periklanan yang digunakan, Kebijaksanaan harga yang ditetapkan, Bentuk
perekonomian yang dihadapinya, Sifat persaingan yang dihadapi di pasar.
Disisi lain hubungan-hubungan biaya dalam proses produksi suatu produk dari suatu
perusahaan juga kompleks. Analisi biaya memerlukan :Penelaahan system-sistem produksi
alternative, Pilihan-pilihan teknologi, Kemungkinan input yang digunakan.
Harga factor-faktor produksi berperan penting dalam penentuan biaya, dan oleh karena itu
masalah penawaran factor-faktor produksi juga penting untuk dipertimbangkan.Untuk menentukan
tindakan yang optimal , maka keputusan berkenaan dengan pemasaran, produksi, dan keuangan
harus seperti halnya dengan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan SDM.
Pengambilan keputusan parsial adalah mengendalai penerapannya dalam pembuatan
keputusan-keputusan perencanaan yang utama.Optimasi parsial adalah menyarikan kompleksitas
dari proses pengambilan keputusan yang terpadu itu dan hanya memusatkan kepada tujuan-tujuan
yang lebih terbatas di dalam berbagai departemen dari perusahaan tersebut.
Pengambilan keputusan yang rumit baik dalam optimasi terpadu ataupun parsial terjadi dalam
dua tahap. Pertama menyajikan hubungan ekonomi tersebut dalam suatu bentuk yang bisa
dianalisis, kedua menerapkan berbagai teknik untuk menentukan penyelesaian yang optimal.
B. Metode Penyajian Hubungan Ekonomi
Hubungan ekonomi seringkali disajikan dalam bentuk persamaan, table dan grafik. Tetapi jika
hubungan nya kompleks maka model persamaan diperlukan agar seseorang bisa menggunakan alat
analisis matematis dan simulasi computer dalam memecahkan masalah tersebut.
1. Model persamaan
Perhatikan hubungan antara jumlah produk yang terjual (Q) dengan penerimaan
total (TR). Dengan menggunakan notasi fungsional kita bisa menunjukan hubungan tersebut
sebagai berikut :
TR = f(Q)Persamaan diatas dibaca “ penerimaan total (TR) merupakan fungsi dari jumlah
produk yang terjual “Suatu hubungan fungsional yang lebih khusus diberikan oleh
persamaan :
TR = P X QDiatas P menunjukan harga tiap unit yang terjual dan hubungan antara variable
dependen dengan variable independen ditetapkan secara tepat.
TR = Rp 150 X Q2. Model Tabel dan Grafik
Model table dan grafik sering digunakan untuk menyajikan hubungan-hubungan
ekonomi.
Hubungan Antara TR dengan
Dengan Jumlah Unit yang terjual Q
TR = 150 X Q
Jumlah unit yang terjual Total Revenue (TR)
1 150
2 300
3 450
4 600
5 750
6 900
Gambar 2.1
C. Hubungan Antara Nilai Total, Rata-Rata, dan Marginal
Hubungan Antara Nilai Total, Rata-Rata, dan Marginal sangat berguna dalam analisis optimisasi.
Hubungan Marginal adalah perubahan variable dependen dari suatu fungsi yang disebabkan oleh
perubahan salah satu variable independen sebesar satu unit.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan nilai dari variabel-variabel independen yang
bisa mengoptimalkan fungsi tujuan dari para pembuat keputusan.
1. Hubungan Nilai Total dengan Marginal
Hubungan antara nilai marginal dengan nilai total dalam analisis pengambilan keputusan
berperan penting karena jika nilai marginal tersebut positif maka nilai total akan meningkat, dan jika
Unit output terjual
(Q)
Laba Total Laba Marginal Laba Rata-Rata
0 0 - -
1 19 19 19
2 52 33 26
3 93 41 31
4 136 43 34
5 175 39 35
6 210 35 35
7 217 7 21
8 208 -9 26
nilai marginal tersebut negative maka nilai total akan menurun.Maksimisasi fungsi laba, atau
fungsi apa saja, terjadi pada titik dimana hubungan marginal bergeseser dari positif ke
negative.
2. Hubungan antara nilai rata-rata dengan marginal
Hubungan antara nilai rata-rata dengan marginal juga penting dalam pembuatan
keputusan manajerial. Karena nilai marginal menunjukkan perubahan dari nilai total, maka
jika nilai marginal tersebut lebih besar dari nilai rata-rata, pasti nilai rata-rata tersebut
sedang menaik. Misalnya, jika 10 pekerja rata-rata menghasilkan 200 unit output perhari,
dan pekerja ke 11 (tambahan) menghasilkan 250 unit, maka output rata-rata dari npekerja
meningkat.
3. Penggambaran hubungan antara nilai total, marginal dan rata-rata
Slope adalah suatu ukuran kemiringan sebuah garis, dan didefinisikan sebagai
tingginya kenaikan (penurunan) per unit sepanjang sumbu horisontal. Slope dari sebuah
garis lurus yang melalui titik asal ditentukan dengan pembagian koordinat Y pada setiap titik
pada garis tersebut dengan koordinat X yang cocok.
Hubungan geometris antara nilai total, marginal dan rata-rata terlihat pada kurva
2.2b laba total naik dari titik asal menuju titik C. karena garis yang digambarkan
bersinggungan dengan kurva laba total menjadi lebih curam jika titik singgung tersebut
mendekati titik C, maka laba menaik sampai titik singgung tersebut.
Selain hubungan nilai total rata-rata dan total marginal, hubungan antara nilai
marginal dengan rata-rata juga ditunjukan pada gambar 2.2 b. Pada tingkat output yang
rendah dimana kurva laba marginal terletak di atas kurva laba rata-rata, maka kurva laba
rata-rata sedang menaik. Walaupun laba marginal mencapai titik maksimum pada output Q1
dan kemudian menurun, tapi kurva laba rata-rata terus meningkat sepanjang kurva laba
marginal masih di atasnya
Gambar 2.2
4. Penurunan kurva total dari kurva marginal atau rata-rata
Penurunan laba total dari kurva laba rata-rata (b). Laba total adalah laba rata-rata
dikalikan jumlah output. Laba total yang sesuai dengan output Q1, misalnya adalah laba
rata-rata (A) dikalaikan output (Q1). Laba total tersebut sama dengan luas bidang segi empat
OABQ1.
Hubungan yang sama terjadi antara laba marginal dengan laba total. Secara
geometris, laba total tersebut ditunjukan oleh daerah Y sampai kuantitas output yang
ditentukan. Tingkat output Q1 laba total sama dengan bidang bawah kurva laba marginal
yaitu bidang OCQ1.
D. Kalkulus Diferensial
Teknis analisis kalkulus diferensial bisa digunakan untuk menemukan nilai maksimum dan
minimum dari suatu fungsi tujuan secara efisien melalui analisis marginal. Konsep kalkulus dasar
mudah mudah dikembangkan untuk masalah pengambilan keputusan yang dibatasi oleh beberapa
kendala.
Fungsi Y =f (X). dengan menggunakan (delta) sebagai tanda perubahan, kita bisa menunjukkan
perubahan nilai variabel independen (X) dengan notasi ∆X dan perubahan variabel dependen (Y)
dengan notasi ∆Y. Perbandingan ∆Y/∆X menunjukkan suatu spesifikasi umum dari konsep marginal:
Marginal Y= ∆Y∆ X
Perubahan Y yaitu ∆Y dibagi dengan perubahan X yaitu ∆X menunjukan perubahan variabel
dependen yang disebabkan oleh perubahan satu unit nilai X.
Gambar 2.3 : perubahan ∆Y/∆X sepanjang sebuah kurva
Secara konseptual, turunan (derivative) merupakan suatu spesifikasi yang tepat dari hubungan
marginal secara umum, ∆Y/∆X. untuk mendapatkan sebuah turunan kita harus mendapatkan nilai
rasio ∆Y/∆X untuk suatu perubahan variabel independen yang sangat kecil. Notasi matematis untuk
sebuah turunan adalah :
dYdX
=limX→ 0
ΔYΔX
#Notasi tersebut dibaca : “turunan Y pada X sama dengan limit dari ∆Y/∆X, jika X mendekati nol”.
Konsep turunan sebagai limit dari suatu rasio adalah sama dengan slope kurva pada sebuah titik.
Gambar 2.4 menunjukan konsep tersebut menggunakan gambar yang sama dengan gambar 2.3.
Slope rata-rata dari dari kurva tersebut antara titik A dan D dihitung dengan cara :
∆Y∆ X
= Y 4−Y 1X 4−X1
Ditunjukan sebagai slope dari garis yang menghubungkan kedua titik tersebut. Slope garis
singgung ini didefenisikan sebagai turunan(dY/dX) fungsi tersebut pada titik D; slope itu menunjukan
perubahan marginal Y yang disebabkan oleh suatu perubahan X yang sangat kecil pada titik
tersebut.
Misalkan variabel dependen Y adalah penerimaan total (TR) dan variabel independennya adalah
output. Maka turunan dY/dX menunjukan bagaimana hubungan antara penerimaan dengan output
pada suatu tingkat output tertentu. Karena perubahan perubahan penerimaan yang disebabkan oleh
suatu perubahan output didefinisikan sebagai penerimaan marginal (MR), maka turunan TR adalah
sama dengan MR pada setiap tingkat output tertentu.
Gambar 2.4 : penggambaran turunan sebagai slope sebuah kurva
KAIDAH-KAIDAH PENURUNAN SUATU FUNGSI
Mencari turunan dari suatu fungsi bukanlah merupakan pekerjaan yang sulit. Rumus-rumus
atau kaidah-kaidah dasar untuk pendiferensiansian disajikan dibawah ini. Pembuktian-pembuktian
tidak dijelaskan disini, tetapi kalau Anda berminat bisa diperoleh dalam setiap buku teks tentang
kalkulus.
Y=2
X
2
Y
Kaidah Konstanta
Turunan dari sebuah konstanta selalu nol, oleh karena itu jika Y = sebuah konstanta, maka :
dYdX
=0
Keadaan ini digambarkan pada Gambar 2.5 untuk Y = 2. Oleh karena Y didefinisikan sebagai
konstanta, maka tidak berubah-ubah walaupun X berubah, dan karena itu dY/dX pasti sama dengan
nol.
Gambar 2.5
Gambar dari sebuah Fungsi yang Konstan:
Y = Konstanta, dY/dX = 0
Kaidah Pangkat
Turunan dari fungsi pangkat seperti Y = aXb dimana a dan b merupakan konstanta adalah
sama dengan pangkat (exponent) b dikalikan dengan koefisiensi a dikalikan dengan variable X
pangkat b-1:
Y=aXb
dYdX
=b. a. X(b-1)
Sebagai contoh adalah fungsi berikut ini:
Y = 2X3
Maka:
dYdX
=3. 2x(3-1)
= 6X2
Sebuah grafik bisa memperjelas konsep fungsi pangkat ini. Pada Gambar 2.6, dua contoh
fungsi pangkat di muka, Y = X3 dan Y = 0,5X dilukiskan. Pertama perhatikan Y = 0,5X. Turunan fungsi
X
YY
Y =
Y= 0,5 X
ini adalah dY/dX = 0,5, merupakan sebuah konstanta, menunjukkan bahwa slope fungsi tersebut
adalah konstan. Hal ini tampak pada gambar tersebut. Turunan mengukur suatu tingkat perubahan.
Jika tingkat perubahan tersebut konstan, jika fungsi tersebut liniear, maka turunan fungsi tersebut
pasti konstan. Fungsi yang kedua, Y = X3, meningkat jika X bertambah. Turunan fungsi tersebut,
dY/dX = 3X2, selalu meningkat jika X bertambah banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa slope
fungsi tersebut meningkat.
Gambar 2.6 Fungsi Pangkat
Kaidah Penjumlahan dan Selisih
Notasi berikut ini akan digunakan terus sampai bab ini unutk menunjukkan sejumlah aturan
diferensiasi:
U = g(X): U adalah g fungsi X
V = h(X): V adalah h fungsi X
Turunan dari suatu penjumlahan (atau selisih) sama dengan jumlah atau selisih) dari turunan
secara individual. Oleh karena itu, jika Y = U + V maka:
dYdX
=dUdX
+ dVdX
misalnya, U = g(X) = 2X2, V = h(X) = -X3, dan
Y = U + V = 2X2 – X3 maka:
dYdX
=4 X=3 X2
Turunan fungsi yang pertama (2X2) sama dengan 4X diperoleh melalui kaidah pangkat;
turunan fungsi yang kedua (-X3) sama dengan 3X2 diperoleh dengan cara yang sama; dan turunan
fungsi secara total merupakan jumlah dari turunan-turunan dari bagian-bagiannya.
Kaidah Perkalian
Turunan dari perkalian antara dua fungsi adalah sama dengan fungsi yang pertama dikalikan
dengan turunan dari fungsi yang kedua, ditambah dengan fungsi yang kedua dikalikan dengan
turunan fungsi yang pertama. Oleh karena itu, jika Y = U . V, maka:
dYdX
=3 X2 ( dVdX )+ (3−X )( dUdX ) = 3X2(-1) + (3 – X)(6X)
= -3X2 + 18X – 6X2
= 18X – 9X2
Faktor yang pertama 3X2 dikalikan dengan turunan dari factor yang kedua -1 dan ditambah dengan
factor yang kedua (3-X) dikalikan dengan turunan factor yang pertama 6X.
Kaidah Hasil Bagi
Turunan dari hasil bagi dari suatu fungsi adalah sama dengan penyebut yang dikalikan
dengan turunan pembilang, dikurangi dengan pembilang dikalikan dengan turunan penyebut, dan
kemudian semuanya dibagi dengan penyebut kuadrat. Maka, jika Y = U/V, maka:
dYdX
=V . dUdX
−U . dVdX
V 2
Misalnya, U = 2X – 3 dan V = 6X2, maka :
Y=2 X−36 X 2
dYdX
=6 X2 . 2 (2 X−3 ) 12X36 X 4
=
12 X2−24 X2+36 X36 X 4
=
36 X−12 X2
36 X 4
=
3−X3 X3
Penyebut 6X2 dikalikan dengan turunan dari pembilang yaitu 2. Kemudian hasil tersebut dikurangi
dengan pembilang (2X – 3) dikalikan dengan turunan dari penyebut yaitu 12X. Kemudian hasil
tersebut dibagi dengan penyebut kuadrat yaitu 36X4. Hasil akhirnya merupakan turunan yang dicari.
Kaidah Rantai
Turunan sebuah fungsi dari sebuah fungsi diperoleh dengan cara. Jika Y = f(U), dimana U =
g(X), maka:
dYdX
= dYdU
+ dUdX
Misalkan, Y = 2U – U2, dan U = 2X3, maka kita bisa mendapatkan dY/dX dengan cara berikut:
Langkah 1
dYdU
=2−2U
Dengan mensubtitusikan nilai U diperoleh:
dYdX
=2−2 (2 X3 ) = 2 – 4X3
Langkah 2dYdX
=6 X2
Langkah 3dYdX
= dYdU
x dUdX
= (2 – 4X3)6X2
= 12X2 – 24X5
Dua contoh berikut ini menunjukkan bagaimana penerapan kaidah rantai ini untuk mendapatkan
turunan dari berbagai fungsi.
Contoh 1:
Y=√X2−1
Misalkan U = X2 – 1, maka Y = √U=U 1/2
dYdU
=12U−1/2
=
12U1 /2
Dengan mensubsitusikan X2 – 1 kedalam U pada turunan tersebut maka diperoleh:
dYdU
= 1
2 (X2−1 )1/2
karena U = X2 – 1, maka
Dengan menggunakan kaidah rantai, dYdX
= dYdU
x dUdX , maka:
dYdX
= 1
2 (X2−1 )1/22 x
=
X√X2−1
Penggunaan Turunan Untuk Memaksimalkan/Meminimumkan Fungsi
Proses optimisasi seringkali mengharuskan seseorang untuk mendapatkan nilai maksimum
atau minimum dari suatu fungsi. Jika suatu fungsi berada pada keadaan maksimum atau minimum,
maka slopenya atau nilai marginalnya pasti nol. Turunan suatu fungsi ditunjukkan oleh slope atau
nilai marginalnya pada suatu titik tertentu. Oleh karena itu, maksimasi atau minimasi dari suatu
fungsi terjadi jika turunannya sama dengan nol. Untuk menjelaskan hal tersebut, perhatikan fungsi
laba berikut ini:
π=−10 . 000+400Q−2Q2
Disini π = laba total dan Q adalah jumlah output. Seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.7, jika
ouput sama dnegan nol, maka perusahaan tersebut akan rugi sebesar Rp. 10.000,00 (biaya tetap
atau fixed cost adalah Rp. 10.000.00). Tetapi jika output meningkat, maka laba juga akan meningkat.
Titik impas atau break even point (tingkat output yang menghasilkan laba sama dengan nol) dicapai
pada saat output berjumlah 29 unit. Laba maksimum dicapai pada saat output sebesar 100 unit dan
setelah itu laba menurun.
Gambar 2.7 Laba Sebagai Fungsi Dari Output
Tingkat output yang memaksimumkan laba bisa diperoleh dengan menghitung nilai dari
fungsi tersebut pada tingkat output tertentu, kemudian menggambarkannya seperti Gambar 2.7.
Laba maksimum tersebut bisa juga diperoleh dengan mendapatkan turunan (marginal) dari fungsi
laba tersebut, kemudian menentukan nilai Q yang membuat turunan (marginal) tersebut sama
dengan nol.
Laba Marginal (Mπ ) =
dπdQ
=400−4Q
Dengan menyamarkan turunan tersebut sama dengan nol maka:
400 – 4Q = 0
4Q = 400
Q = 100 unit
Oleh karena itu, jika Q = 100, maka laba marginal sama dengan nol dan laba total adalah maksimum.
Pembedaan Nilai Maksimum dengan Nilai Minimum
Masalah akan muncul jika turunan digunakan untuk menentukan nilai maksimum atau
minimum. Turunan pertama sebuah fungsi total menunjukkan suatu ukuran apakah fungsi tersebut
sedang menaik atau menurun pada titik tertentu. Agar suatu fungsi menjadi maksimum atau
minimum, maka fungsi tersebut harus tidak dalam keadaan menaik atau menurun. Oleh karena itu
slopenya harus sama dengan nol. Namun demikian, karena nilai marginal akan menjadi nol baik
untuk nilai maksimum maupun minimum dari suatu fungsi, maka analisis selanjutnya perlu untuk
menentukan apakah nilai maksimum atau minimum tersebut telah ditemukan.
Keadaan tersebut dilukiskan dalam Gambar 2.8 di mana tampak bahwa slope dari kurva laba
total adalah nol, baik pada titik A maupun titik B. Namun demikian, titik A menunjukkan tingkat
output yang meminimumkan laba, sedangkan titik B menunjukkan tingkat output yang
memaksimumkan laba.
Konsep turunan kedua (second-order derivative) digunakan untuk membedakan nilai
maksimum dengan minimum dari suatu fungsi. Turunan kedua ini merupakan turunan dari turunan
pertama. Jika laba total ditunjukkan oleh persamaan π= a – bQ + cQ2 – dQ3, seperti ditunjukkan
Gambar 2.8, maka turunan pertamanya yang merupakan fungsi laba marginal adalah:
dπdQ
=Mπ=−b+2 cQ−3dQ2(2.7)
Turunan kedua dari fungsi laba total adalah turunan dari fungsi laba marginal (turunan persamaan
2.7) yaitu:
d2 πdQ2
=dM πdQ
=2c−6 dQ
Gambar 2.8 Penentuan Nilai Maksimum dan Minimum Suatu Fungsi
Jika turunan pertama menunjukkan slope fungsi laba total, maka turunan kedua tersebut
menunjukkan slope dari turunan pertama tersebut yakni slope dari kurva laba marginal. Kita bisa
menggunakan turunan kedua tersebut untuk membedakan titik maksimum dan minimum. Jika
turunan kedua dari sebuah fungsi negatif maka titik yang ditentukan adalah maksimum, demikian
sebaliknya.
Alasan dari hubungan yang terbalik tersebut bisa dilihat dari Gambar 2.8. Perhatikan bahwa
laba mencapai minimum pada titik A, karena laba marginal, yang tadinya negatif dan karena itu
menyebabkan laba total turun, tiba-tiba menjadi positif. Oleh karena itu slopenya positif. Keadaan
yang berlawanan terjadi pada titik maksimum nilai laba marginal tersebut adalah positif tetapi
menurun hingga suatu titik dimana fungsi laba total mencapai maksimum, dan negatif setelah titik
tersebut. Oleh karena itu, fungsi marginal tersebut berslope negatif pada titik maksimum fungsi
total.
Sebuah contoh dengan bilangan akan memperjelas konsep ini. Misalkan fungsi laba total
dalam Gambar 2.8 ditunjukkan oleh fungsi berikut:
Laba total (π ) = -3.000 – 2.400Q + 350Q2 – 8,333Q3 (2.8)
Laba marginal ditunjukkan oleh turunan pertama dari laba total tersebut:
Laba marginal (Mπ ) =dπdQ = -2.400 + 700Q – 25Q2 (2.9)
Laba total akan maksimum atau minimum pada titik-titik dimana turunan pertama tersebut (laba
marginal) sama dengan nol, maka:
dπdQ
=-2.400 + 700Q – 25Q2 = 0 (2.10)
Dengan menggunakan rumus abc, kita akan menemukan nilai-nilai output yang memenuhi
persamaan 2.10 yaitu 4 dan 24. Oleh karena itu nilai-nilai tersebut merupakan titik-titik laba
maksimum atau minimum.
Pengujian terhadap turunan kedua dari fungsi laba total pada masing-masing tingkat output
tersebut akan menunjukkan apakah nilai-nilai tersebut minimum ataukah maksimum. Turunan
kedua dari fungsi laba total tersebut didapatkan dengan mencari turuan dari fungsi laba marginal
(persamaan 2.9):
d2 πdQ2
=dM πdQ = 700 – 50Q
Pada tingkat output atau Q = 4:
d2 π
dQ2 = 700 – 50.4 = 500
Karena turunan kedua tersebut positif, yang menunjukkan bahwa laba marginal sedang
menaik, maka laba total adalah minimum pada tingkat output sebesar 4 unit. Dengan kata lain, laba
total pada tingkat output sebesar 4 sesuai dengan titik A pada Gambar 2.8.
Dengan menilai turunan kedua pada tingkat output sebesar 24 unit, kita memperoleh.
d2 πdQ2 = 700 – 50 . 24 = -500
Karena turunan kedua tersebut adalah negatif pada tingkat output sebesar 24, yang
menunjukkan bahwa laba marginal tersebut sedang menurun, maka fungsi laba total mencapai titik
maksimum pada tingkat output sebesar 24 unit. Tingkat output ini sesuai dengan titik B pada
Gambar 2.8.
Penggunaan Turunan untuk Memaksimumkan Selisih Antara Dua Fungsi
Salah satu kaidah dalam ekonomi mikro yaitu MR harus sama dengan MC agar laba
maksimum bisa dicapai, sebenarnya timbul berdasarkan pada asas optimisasi kalkulus tersebut. Asas
tersebut timbul dari adanya kenyataan bahwa jarak antara dua fungsi akan maksimum pada titik
dimana slope kedua fungsi tersebut adalah sama. Gambar 2.9 menggambarkan titik tersebut. Disini
fungsi penerimaan dan fungsi biaya hipotesis ditunjukkan. Laba total sama dengan TR dikurangi TC,
dan oleh Karen aitu sama dengan jarak vertical antara kedua kurva tersebut pada setiap tingkat
output. Jarak tersebut akan maksimum pada tingkat output QB dimana slope dari kurva TR dan TC
Total Cost
Total revenue
Marginal Cost
Marginal revenue
Output (unit/t)
Rp/t
A
tersebut sama. Karena slope kurva TR dan TC masing-masing menunjukkan MR dan MC, maka MR =
MC.
Alasan bahwa QB merupakan tingkat output yang memaksimumkan laba bisa tampak dengan
memperhatikan bentuk dari kurva TR dan TC disebelah akan titik A. Pada titik A, TR = TC, berarti di
situ terjadi titik impas (break even point), dan oleh karena itu titik A tersebut menunjukkan tingkat
output yang menghasilkan laba sama dengan nol.
Gambar 2.9 TR, TC, dan Laba Maksimum
Pada tingkat-tingkat output QA, TR meningkat lebih cepat dari TC dengan kata lain, MR > MC. Jika
slope TR sama dengan slope TC, maka kedua kurva tersebut akan sejajar. Keadaan tersebut terjadi
pada tingkat output QB. Setelah melampaui QB. Setelah melampaui QB slope kurva TC lebih besar
slope kurva TR (MC > MR), maka jarak antara kedua kurva tersebut mengecil dan laba total
menurun.
Suatu contoh dengan angka akan memperjelas penggunaan turunan ini. Perhatikan fungsi-
fungsi penerimaan, biaya, dan laba berikut ini. Misalkan:
Total Revenue (TR) = 41,5Q – 1,1Q2
Total Cost (TC) = 150 + 10Q – 0,52 + 0,02Q3
Laba Total = π = TR – TC
Tingkat output yang bisa memaksimumkan laba tersebut bisa diperoleh dengan mensubstitusikan
fungsi TR dan TC kedalam fungsi laba, kemudian menganalisis turunan pertama dan kedua dari
persamaan tersebut.
π= TR – TC
= 41,5Q – 1,1Q2 – (150 + 10Q – 0,5Q2 + 0,02Q3)
= 41,5Q – 1,1Q2 – 150 – 10Q + 0,5Q2 – 0,02Q3
= -150 + 31,5Q – 0,6Q2 – 0,02Q3
Laba marginal atau turunan pertama dari fungsi laba tersebut adalah:
Mπ= dπdQ
=31 ,5−1,2Q−0 ,06Q2
Dengan menentukan laba marginal sama dengan nol dan menggunakan rumus abc kita bisa
menemukan kedua akarnya yaitu Q1 = -35 dan Q2 = + 15. Karena output yang negatif tidak mungkin
terjadi, maka Q1 bukan merupakan tingkat output yang bisa digunakan.
Suatu pengujian terhadap turunan kedua dan fungsi laba tersebut pada tingkat Q = 15 akan
menunjukkan apakah ini merupakan titik laba maksimum atau titik laba minimum. Turunan kedua
tersebut adalah:
d2 πdQ2
=dM πdQ
=−1,2−0 ,12Q
Dengan menguji turunan tersebut pada Q = 15 menghasilkan nilai turunan kedua tersebut sebesar -
3, oleh karena itu Q = 15 merupakan titik laba maksimum.
Untuk melihat hubungan MR dan MC dengan maksimisasi laba perhatikan persamaan umum
laba π = TR – TC. Dengan menggunakan kaidah penjumlahan dan selisih dari diferensiasi, maka
persamaan umum laba marginal adalah:
Mπ= dπdQ
=dTRdQ
−dTCdQ
Jika dTR/dQ merupakan MR, dan dTC/dQ merupakan MX, maka
Mπ=MR−MCSekarang, karena maksimisasi setiap fungsi mengharuskan turunan pertama sama dengan nol, maka
maksimisasi laba akan terjadi jika
Mπ=MR−MC=0atau
MR = MC
Meneruskan contoh kita di muka. MR dan MC diperoleh dengan penurunan fungsi TR dan TC:
MR=dTRdQ
=41 ,5−2,2Q
MC=dTCdQ
=10−Q+0 ,06Q2
Pada tingkat output yang memaksimumkan laba, MR = MC, maka:
MR = 41,5 – 2,2Q = 10 – Q + 0,06Q2 = MC
Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut, kemudian diperoleh
-31,5 + 1,2Q + 0,06Q2 = 0
Akhirnya diperoleh Q1 = -35 dan Q2 = 15. Hal ini menunjukkan bukti bahwa MR – MC pada tingkat
output yang menghasilkan laba maksimum.
OPTIMISASI FUNGSI DENGAN VARIABEL MAJEMUK
Oleh karena hampir semua hubungan ekonomi menggunakan dua variabel atau lebih, maka kita
perlu untuk memperluas konsep diferensiasi ke dalam persamaan-persamaan dengan 3 variabel
atau lebih. Perhatikan fungsi permintaan akan suatu produk di mana kuantitas yang diminta (0)
ditentukan oleh harga (P) yang telah ditetapkan, tingkat pengeluaran iklàn (A). Fungsi tersebut bisa
dituliskan sebagal berikut:
Q=f(P,A) (2.11)
Untuk menganalisis hubungan variabel majemuk, seperti ditunjukkan persamaan 2.11 kita perlu
mengetahui pengaruh marginal dan setiap variabel indeponden terhadap variabel dependen.
Dengan kata lain, optimisasi datam kasus seperti ini memerlukan suatu analisis bagaimana
perubahan dan setiap variabel independen mempengaruhi variabel dependen, dengan menganggap
pengaruh seluruh variabel independen lainnya konstan. Turunan parsial merupakan konsep kalkulus
yang digunakan untuk analisis marginal seperti ini.
Dengan menggunakan fungsi permintaan pada persamaan 2.11, kita bisa memperoleh 2
turunan parsial:
1. Turunan parsial 0 pada harga P ¿∂Q /∂P
2. Turunan parsial 0 pada pengeluaran iklan A ¿∂Q /∂ A
Kaidah untuk menentukan turunan parsial adalah sama dengan kaidah dalam turunan yang
sederhana. Karena konsep turunan parsial menggunakan suatu asumsi bahwa semua variabel,
kecuali satu variabel di mana turunan tersebut diturunkan, tidak berubah. Perhatikan persamaan Y=
10- 4X + 3XZ-Z2. Dalam fungsi mi ada dua variabel independen, yaitu X dan Z, oleh karena itu 2
turunan parsial bisa dihitung. Untuk menentukan turunan tersebut pada X, maka persamaan
tersebut bisa dituliskan kembali sebagai:
Di sini kita mempunyai dua persamaan dengan dua bilangan anu. Penyelesaian secara simuttan
akan menghasilkan nilai X = 3 dan Z = 2 yang mernaks,mumkan fungsi tersebut. Dengan
memasukkan nitai-nilai X dan Z tersebut ke datam persamaan 2.12, kita akan mempeioteh nilai Y = 7,
dan oleh karena itu nilal maksimum dan Y adalah 7.
OPTIMISASI TERKENDALA
Dalam proses pengambilan keputusan yang dihadapi para manajer, ada berbagai kendala yang
membatasi pitihan-pilihan yang tersedia bagi para manajer tersebut. Misalnya, seorang manajer
produksi ditugaskan untuk meminimumkan biaya total (TC)dalam memproduksi sejumlah produk
tertentu dan perusahaannya. Pada waktu yang lain manajer produksi tersebut ditugaskan untuk
memaksimumkan output dan suatu departemen tertentu, dengan sejumlah sumberdaya tertentu
yang tersadia.
Secara umum, masalah optimisasi terkendala ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok: Tampak
ada kaitan yang erat sekali antara formulasi maksimisasi dan minimisasi pada masalah optimisasi
terkendala dengan penggunaan sumberdaya yang langka secara optimal.
Cara tersebut bisa melihat penerapannya di dalam masalah minimisasi terkendala. Misalkan
sebuah perusahaan memproduksi produknya dengan menggunakan dua pabriknya dan bekerja
dengan fungsi biaya total (TC) sebagai berikut:
TC=3X2+6Y2-XY
Di manaa X merupakan output dan pabrik yang pertama dan Y merupakan output dan pabrik yang
kedua. Manajemen akan berusaha untuk menentukan kombinasi biaya terendah (least-cost
combination) antara X dan Y, dengan tunduk kepada kendala bahwa produktotal harus 20 unit.
Masalah optimisasi terkendala tersebut bisa dituliskan sebagai berikut:
Minimumkan TC = 3X2 + 6Y2 -XY
dengan kendala: X + Y = 20
Dengan menyelesaikan kendala X dan mensubstitusikan nilai tersebut ke dalam fungsi tujuan
maka:
TC=3 (20−Y )2+6Y 2−(20−Y )Y
¿3¿
¿1200−120Y +3Y 2+6Y 2−20Y +Y 2
¿1200−140Y +10Y 2
Sekarang kita bisa menganggap persamaan 2.13 di atas sebagai masalah minimisasitak-terkendala.
Untuk menyetesaikannya harus dicari turunannya, menyamakan turunan tersebut dengan nol, dan
mendapatkan niiai Y.
dTCdY
=−140+20Y=0
20Y = 140
Y = 7
Karena turunan kedua tersebutadalah positif, maka Y = 7 pastilah merupakan titik minimum.
Dengan memasukkan 7 ke dalam Y di dalam persamaan kendala mernungkinkan kita untuk
menentukan kuantitas optimum yang diproduksikan oleh pabrik X.
X+7 =20
X = 13
Oleh karena itu, produksi output 13 unit pada pabrik X dan 7 unit padapabrik Y adalah kombinasi
biaya terendah dalam menghasiikan 20 unit produk d~-~ perusahaan tersebut. Biaya total (TC)
tersebut adaiah:
TC = 3(13)2 + 6(7)2 (13 x 7)
= 507+294—91
= 710
Angka Pengganda Lagrange
Teknik Lagrange untuk mernecahkan masalah-masalah optimisasi terkendala merupakan suatu
cara yang digunakan untuk mengoptimisasikan sebuah fungsi dengan cara menggabungkan fungsi
tujuan mula-mula dengan persyaratan kendala. Persamaan gabungan mi disebut fungsi Lagrange.
Fungsi mi dibuat untuk memastikan (1) bahwa jika fungsi mencapai nilai maksimum (atau minimum),
fungsi tujuan mula-mula juga akan maksimum (atau minimum), dan (2) bahwa semua persyaratan
kendala terpenuhi.
Pengujian terhadap masalah optimisasi terkendala di muka memperjelas penggunaan teknik mi.
Perhatikan bahwa perusahaan tersebut berusaha untuk meminimumkan fungsi TC = 3X2 — 6Y2 — XY,
dengan tunduk kepada kendala X + Y 20. Persamaan kendala tersebut diubah sebagai berikut:
0 = 20 – X - Y
ini merupakan Iangkah pertama dalam membentuk suatu fungsi Lagrange. Dengan mengalikan
kendala tersebut dengan sebuah faktor yang tidak diketahui “λ” (lambda) dan menambahkan hasil
tersebut pada fungsi tujuan mula-mula menghasilkan persamaan Lagrange.
Misalnya:
LTC = 3X2 + 6Y2 — XY + λ (20 — X — Y) (2.14)
# LTC didefinisikan sebagai fungsi Lagrange untuk optimisasi ~rkendala.
Oleh karena fungsi Lagrange tersebut memasukkan kendala ke dalam fungsi tujuan, maka fungsi
Lagrange ini bisa dianggap sebagai masalah optimisasi tak terkendala, dan penyelesaiannya identik
dengan penyelesaian masalah optimisasi terkendala mula-mula. Untuk menggambarkan hal mi,
perhatikan masalah minimisasi dan fungsi Lagrange dalam persamaan 2.14. Pada suatu titik
minimum dan fungsi yang menggunakan variabel majemuk. semua turunan parsial harus sama
dengan nol. Turunan-turunan parsial dan persamaan 2.14 bisa dicari untuk variabel X, Y dan λ,
sebagai berikut:
Dengan menentukan ketiga turunan parsial tersebut sama dengan nol, kita mendapatkan tiga
persamaan dengan tiga bilangan anu:
6X—Y— λ =0 (2.15)
X+12Y— λ =O (2.16)
dan
20—X--Y=0 (2.17)
Perhatikan bahwa persamaan 2.17, turiinan parsial fungsi Lagrange pada λ, merupakan kendala
pada optimisasi mula-mula. HasH tersebut bukanlah terjadi secara kebetulan belaka. Fungsi
Lagrange tersebut dibentuk secara khusus dan oleh karena itu turunan dan fungsi Lagrange pada
angka pengganda Lagrange (X) tersebut akan selalu merupakan kendata mulamula. Selama turunan
tersebut sama dengan nol, yang berarti Ia berada pada keadaan ekstrim (maksimum atau minimum),
maka persyaratan kendala optimisasi mula-muta tersebut akan terpenuhi. Selain itu,jika pada
persyaratan seperti itu suku terakhir dan persamaan Lagrange harus sarna dengan not yaitu 0 =20 - X
- Y, maka fungsi Lagrange tersebut akan tetap pada fungsi tujuan mula-mula, dan oleh karena itu
penyetesaian untuk masalab optimisasi tak terkendala (Lagrange) akan selatu morupakan
penyelesaian bagi masalah optimisasi terkendala mula-mula.
Penyempurnaan analisis dan contoh di muka akan memperjelas hubungan tersebut. Kita mulai
dengan menyelesaikan sistem persamaan tersebut untuk mendapatkan nilai X dan Y yang optimal.
Dengan mengurangkan persamaan 2.15 dengan persamaan 2.16 diperoleh:
7X—13Y=0 (2.18)
Kemudian mengalikan persamaan 2.17 dengan 7 dan kemudiari menambahkan persamaan 2.18
dengan hasil tersebut menghasilkan:
140—7X— 7Y = 0 7x (2.17)
7X—13Y = 0 (2.18)
140 — 20Y = 0
140 = 20Y
7 = Y
Dengan mensubstitusikan 7 ke dalam Y dalam persamaan 2.17 menghasilkan X =13, nilai X pada titik
di manafungsi Lagrange tersebut minimum.
Oleh karena penyelesaian fungsi Lagrange tersebut juga merupakan penyelesaian masalah
optim~sasi tcrkendala dan perusahaan tersebut, maka 13 unit dan pabrik X dan 7 unit dan pabrik V
akan merupaka, kombinasi output yang bisa dihasilkan dengan jumlah pengeluaran biaya terendah,
dengan tunduk pada kendala di mana output total harus sama dengan nol. mi merupakan jawaban
yang sama dengan yang kita dapatkan dengan cara yang telah diungkapkan lebih awal di muka.
Tèknik Lagrange ini merupakan suatu teknik yang Iebih kuat untuk memecahkan masalah
optimisasi terkendala ketimbang metoda substitusi. Teknik mi lebih mudah untuk diterapkan pada
masalah dengan kendala majemuk, dan teknik mi memberikan tambahan informasi yang sangat
berarti bagi para pembuat keputusan. Hal mi disebabkan oleh angka pengganda Lagrange (λ)
memiliki suatu interpretasi ekonomis yang sangat penting. Dengan mensubstitusikan nilai X dan Y ke
dalam persamaan 2.15 kita bisa menentukan nilai dan X dan contoh kita tersebut:
6.13—7— λ =0
Secara lebih umum, setiap angka pengganda Lagrange (λ) menunjukkan pengaruh marginal
terhadap penyelesaian fungsi tujuan mula-mula oleh penurunan atau kenaikan persyaratan kendala
sebesar 1 unit. Seringkali, seperti dalam contoh di atas, hubungan marginal yang dijelaskan oleh
angka pengganda Lagrange itu menunjukkan data ekonomis yang bisa membantu seorang manajer
untuk mengevaluasi manfaat-manfayatpotensial dan pengurangan sebuah kendala.
Top Related