Bab 3 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas Global
71
dan pembalikan arus modal asing ke negara
AEs yang dinilai lebih stabil.
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.1 Indeks Harga Saham Global
850
750
950
1050
1150
1250
13502500
2400
2300
2200
2100
2000
1900
1800
1700
1600
1500
Jan-
18
Mar
-18
May
-18
Jul-1
8
Sep-
18
Nov
-18
Jan-
19
Mar
-19
May
-19
Jul-1
9
Sep-
19
Nov
-19
Jan-
20
Mar
-20
IndeksIndeks MSCI World MSCI Emerging Markets, rhs
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.2 Perubahan Indeks Saham Dunia (TW1-20 vs TW4-19)
-40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5
DJIAS&P 500Nasdaq
Stoxx 50FTSE
NikkeiHang Seng
KOSPIIHSGSETKLCI
PCOMPSTI
SENSEXIBOV
% Point to Point (ptp) Rata-rata (qoq avg.)
3.1 Pasar Saham
Saham global melemah signifikan
pada TW1-20 seiring aksi risk off investor
ke aset safe haven. Aksi risk off masif ini
dipicu oleh merebaknya wabah COVID-19
di berbagai belahan dunia dan langkah
kebijakan pencegahan wabah COVID-19
yang menyebabkan perlambatan ekonomi
global.1 Indeks saham negara maju (MSCI
World) terkoreksi -21,4% ptp ke level 1.853
pada TW1-20, setelah naik 8,2% pada TW4-
19.2 Adapun indeks harga saham negara
berkembang (MSCI Emerging Markets/EMs)
terkoreksi lebih tajam -23,9% ptp ke level
849, setelah naik 11,4% pada TW4-19.
Kinerja indeks saham EMs tertekan lebih
dalam dibandingkan AEs, disebabkan pasar
EMs lebih rentan terhadap sentimen risk off
1 Perilaku risk off investor tercermin dari melonjaknya indeks VIX (mencapai titik tertinggi dalam sejarah pada pertengahan Mei), yang mengindikasikan bahwa volatilitas (akibat ketidakpastian) meningkat drastis.
2 Merupakan kinerja saham triwulanan terburuk sejak krisis finansial 2008.
Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas Global
BAB
3
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
72
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.3 Indeks Saham Negara Maju
90
120
170
220
270
320
Jan-
18
Mar
-18
May
-18
Jul-1
8
Sep-
18
Nov
-18
Jan-
19
Mar
-19
Jan-
20
Mar
-20
May
-19
Jul-1
9
Sep-
19
Nov
-19
IndeksJan -13 = 100
DJIA S&P 500 Nasdaq Stoxx 50FTSE Nikkei Hang Seng STI
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.4 Indeks Saham Negara Berkembang
90
70
110
130
150
170
190
210
Jan-
18
Mar
-18
May
-18
Jul-1
8
Sep-
18
Nov
-18
Jan-
19
Mar
-19
Jan-
20
Mar
-20
May
-19
Jul-1
9
Sep-
19
Nov
-19
Indeks Jan-13 = 100
KOSPI IHSG SET KLCIPCOMP SENSEX IBOV
Indeks saham negara maju lainnya
turut terkoreksi dalam, karena wabah
COVID-19 diprakirakan memperburuk
kondisi ekonomi yang tengah melambat.
Indeks Stoxx 50 Eropa terkoreksi drastis
-25,6% ptp pada TW1-20 (dari 4,9%), seiring
dampak COVID-19 yang menekan ekonomi
EA yang tengah melambat signifikan sebelum
wabah4, serta tingginya kasus COVID-19 di EA
terutama di Italia dan Spanyol. FTSE London
turut terkoreksi tajam -24,8% (dari 1,8%)
terimbas COVID-19 dan ketidakpastian trade
deal antara UK dan EU sehingga mendorong
4 Ekonomi EA hanya tumbuh 0,1% qoq pada TW4-19.
Bursa saham AEs serempak
melemah, karena disrupsi ekonomi
yang ditimbulkan oleh kebijakan
lockdown atau social distancing untuk
mengatasi penyebaran COVID-19.3 S&P
500 (representasi saham AS dan global) turun
tajam sebesar -20% ptp (dari 1,2%) dan
sempat mencatatkan kerugian harian terbesar
dalam sejarah (-12% pada 16 Mar). Pasar
saham AS tertekan seiring pemburukan sektor
tenaga kerja yang signifikan (melonjaknya
tingkat pengangguran) akibat lockdown dan
ketegangan terkait produksi minyak antara
Rusia-Arab yang menyebabkan harga minyak
WTI turun drastis dibandingkan Brent (karena
penyimpanan minyak di Cushing, Oklahoma
nyaris penuh dan demand ekspor sangat
lemah). Namun pasar saham sempat rebound
pada akhir Maret, setelah pemerintah dan
Kongres AS menyetujui paket stimulus CARES
Act senilai USD2,2 triliun pada 27 Maret
(setara tiga kali stimulus krisis 2008). Selain
itu, penguatan pasar saham juga ditopang
oleh langkah the Fed memangkas FFR dengan
total sebesar 150 bps hingga turun menjadi
0,0%-0,25% dalam dua pertemuan FOMC
yang tidak terjadwal pada Maret 2020,
dan komitmen the Fed untuk melanjutkan
program pembelian aset – dalam jumlah
yang tidak terbatas – untuk tetap menjaga
berfungsinya pasar keuangan dan efektivitas
kebijakan moneter.
3 Share bursa AS sebesar 57% world market cap, AEs lainnya 31%, dan EMs 12%.
Bab 3 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas Global
73
Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) turut terkoreksi -27,9% ptp pada
TW1-20 (dari -2,1%). Pelemahan disebabkan
masih tingginya ketidakpastian pasar
keuangan global seiring makin meluasnya
penyebaran COVID-19. Secara sektoral,
kinerja saham di seluruh sektor terkoreksi
cukup dalam, terutama sektor yang memiliki
keterkaitan erat dengan kinerja eksternal,
yaitu industri pengolahan dan keuangan.
Kinerja negatif IHSG menyebabkan net sell
investor asing meningkat menjadi USD713
juta pada TW1-20 (dari net sell $191 juta).
Kinerja pasar saham diperkirakan
masih volatil pada TW2-20, namun dapat
rebound terbatas didukung stimulus
otoritas akibat merebaknya COVID-19.
Stimulus moneter dan fiskal yang masif untuk
menahan dampak COVID-19 diperkirakan
cukup untuk menahan saham global dari
koreksi masif pada TW2-20. Investor cukup
optimis dengan langkah cepat otoritas dalam
memangkas suku bunga dan menjanjikan
suntikan likuiditas skala besar (melalui
program pembelian aset). Skala rebound
saham pada TW2-20 diperkirakan bervariasi
antarnegara, bergantung dari skala stimulus
yang diberikan. Saham AEs (terutama AS)
diperkirakan dapat rebound tajam karena
komitmen the Fed untuk melanjutkan
program pembelian aset guna mendukung
stabilitas pasar keuangan. Sementara saham
EMs hanya rebound terbatas, seiring adanya
kekhawatiran investor akan kerentanan fiskal
dan volatilitas nilai tukar (memengaruhi return
bagi investor asing).
nilai tukar GBP/USD terdepresiasi masif (lihat
sub-bab nilai tukar). Nikkei Jepang melemah
-20% ptp (dari 8,7%) dipicu oleh pelemahan
sentimen akibat kontraksi ekonomi TW4-
19 yang jauh di bawah prakiraan – akibat
kenaikan pajak konsumsi, dampak wabah
COVID-19 yang makin menekan pelemahan
ekonomi Jepang, serta penundaan
penyelenggaraan Olimpiade 2020 ke 2021.
Adapun Hang Seng Hong Kong melemah
relatif moderat -16,3% (dari 8%), seiring
upaya containment HK yang dinilai berhasil
dan jumlah kasus COVID-19 cukup minimal.
Indeks saham negara EMs turun
tajam melebihi AEs dipengaruhi oleh
aksi jual investor seiring ketidakpastian
yang tinggi akibat wabah COVID-19,
pelemahan harga komoditas dan
depresiasi nilai tukar. Merebaknya pandemi
COVID-19 menyebabkan harga komoditas
turun seiring berkurangnya permintaan dan
mendorong investor menjual aset EMs yang
berisiko. Dinamika ini terkonfirmasi dari EM’s
equity net outflow senilai USD48,1 miliar pada
TW1-20 (dari net inflow USD24,3 miliar pada
TW4-19).5 Tekanan cukup signifikan dialami
oleh pasar saham EMs terutama di negara
pengekspor komoditas, antara lain Brasil
-38,4% ptp, Afrika Selatan -40,4% (turut
tertekan oleh Moody’s downgrade rating ke
junk), Rusia -36,4% dan Meksiko -35%. EMs
Asia juga tertekan seiring depresiasi nilai tukar
terhadap USD, antara lain: Filipina -31,9%,
India -28,6%, dan Korea -20,1%.
5 Sumber: IIF Capital Flows Tracker (Mei 2020).
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
74
Yield obligasi AS turun tajam
karena risk off investor dan kebijakan
ultra akomodatif the Fed. Yield US Treasury
10-yr (benchmark obligasi global) turun
122 bps menjadi 0,11% pada TW1-20. UST
dipandang oleh sebagai pilihan safe haven
terbaik di tengah dampak pandemi yang
melemahkan ekonomi AS (terkonfirmasi
dengan angka pengangguran yang melonjak
tajam), serta kebijakan moneter yang makin
akomodatif seiring pemangkasan FFR sebesar
150 bps menjadi 0,0-0,25%, dan komitmen
the Fed untuk meneruskan program
pembelian aset. The Fed juga mengindikasikan
akan mendukung obligasi yang didasari utang
edukasi, otomotif dan asset‑backed securities
lainnya, serta menyuntikkan likuiditas di
short‑term municipal debt dan commercial
paper market. Sementara itu, sejalan dengan
peningkatan ketidakpastian, yield curve
kembali menukik (steepened) dibandingkan
dengan TW4-19, karena yield tenor pendek
turun lebih jauh dibandingkan tenor panjang.
Yield UST 1-3 months bahkan sempat
menyentuh teritori negatif pada intraday
trading 25 Maret, meski kembali positif pada
akhir triwulan.
Yield obligasi negara maju
lainnya juga menurun lebih dalam ke
level negatif. 10-year German bunds’
yield –indikator pasar utang Kawasan Euro–
turun 29 bps menjadi -0,47% pada TW1-
20, karena dua negara utama (Spanyol dan
Italia) termasuk dalam negara dengan infeksi
3.2 Pasar Obligasi
Obligasi pemerintah mencatat
kinerja positif pada TW1-20 baik di AEs
dan mayoritas EMs (yield turun). Wabah
COVID-19 yang diprakirakan menekan
pertumbuhan ekonomi global dan berpotensi
menyebabkan resesi di sejumlah negara telah
memicu aksi risk off masif dan mendorong
aliran modal ke aset safe haven (investor beralih
dari aset berisiko ke obligasi pemerintah).
Aliran modal ke obligasi pemerintah makin
kuat seiring stimulus kebijakan moneter yang
makin akomodatif, baik berupa pemangkasan
suku bunga maupun pembelian aset.
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.5 Perubahan Yield Obligasi 10-Tahun (TW1-20 vs TW4-19)
-135 -90 -45 10 45 90
ASJerman
PerancisInggrisJepang
TiongkokKorea
IndonesiaMalaysia
SingapuraThailand
IndiaBrazil
bps Rata-rata (qoq avg.) Point to Point (ptp)
3-Month 6-Month 1-Year 2-Year 5-Year 10 -Year 20 -Year
1,551,601,591,581,691,922,25
Sumber: US Department of the Treasury
0,110,150,170,230,370,701,15
Maturity Yield31-03-2020 (%)
Yield padapada31-12-2019 (%)
Tabel 3.1 US Treasury Yields
Bab 3 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas Global
75
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.6 10-Yr Gov’t Bond Yield Negara Maju
-0,8
-0,4
-0,8
-0,12
0
0,4
0,8
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Jan-
18
Mar
-18
May
-18
Jul-1
8
Sep-
18
Nov
-18
Jan-
19
Mar
-19
Jan-
20
Mar
-20
May
-19
Jul-1
9
Sep-
19
Nov
-19
%% AS Inggris Jerman, rhs Jepang, rhs
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.7 10-Yr Gov’t Bond Yield Negara Berkembang
1
0
2
3
4
3
2
4
5
6
7
8
9
Jan-
18
Mar
-18
May
-18
Jul-1
8
Sep-
18
Nov
-18
Jan-
19
Mar
-19
Jan-
20
Mar
-20
May
-19
Jul-1
9
Sep-
19
Nov
-19
%% India Indonesia Brazil Tiongkok, rhs Thailand, rhs
Di sisi lain, yield obligasi
Pemerintah Indonesia cenderung naik
(harga turun) seiring aliran modal asing
yang mencatatkan net outflow. Yield 10
tahun ditutup pada level 7,91% – naik 85 bps
ptp dari akhir 2019, meski secara rerata yield
10 tahun turun 13 bps qoq avg. Dinamika
pergerakan yield obligasi cukup dinamis.
Yield obligasi awalnya menurun hingga akhir
Februari (seiring risk off dari aset saham,
pada periode awal COVID-19 merebak di
luar Indonesia), namun kemudian meningkat
pada Maret didorong net outflow di pasar
terbanyak di dunia, dan ECB meningkatkan
program pembelian aset menjadi lebih dari
€1,1 triliun hingga akhir 2020.6 10-year UK
gilts’ yield juga turun 47 bps menjadi 0,36%,
didukung kebijakan moneter akomodatif BoE
(50 bps cut menjadi 0,1%) dan peningkatan
kepemilikan BoE terhadap gilt dan sterling
non-financial IG corp. bonds senilai £200
miliar menjadi total £645 miliar.
Kinerja obligasi negara EMs
bervariasi, mayoritas menguat (yield
turun). Penguatan obligasi EMs didorong oleh
risk off investor yang beralih dari aset saham ke
obligasi pemerintah EMs (karena COVID-19)
dan kebijakan moneter akomodatif bank
sentral EMs (pemangkasan suku bunga atau
program pembelian aset). Aksi safe haven
flight investor di sejumlah EMs menyebabkan
net inflow asing ke pasar obligasi berlanjut,
senilai USD22,8 miliar (dari USD27,1 miliar
pada TW4-19). Yield India turun 42 bps ptp
seiring rate cut yang signifikan dan operasi
pasar untuk menurunkan yield obligasi
tenor panjang (“Operation Twist”, mulai 23
Desember 2019). Yield Tiongkok turun tajam
56 bps karena investor mengonversi aset
saham menjadi obligasi di tengah lockdown
ketat pada Februari. Yield Thailand turun
8 bps karena safe haven flight, meskipun
sempat melonjak pada awal Maret karena
kekeringan likuiditas (BOT melakukan operasi
pasar masif untuk menyuntikkan likuiditas
dan memperbaiki disfungsi pasar).
6 ECB juga memperluas cakupan pembelian aset, dengan menambahkan obligasi Yunani dan non-financial commercial paper.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
76
depresiasi (-3,01% ptp dan -0,09% on
average). Penguatan USD didorong oleh aksi
flight to quality–terutama ke aset UST–seiring
meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap
penyebaran kasus infeksi COVID-19 yang
makin meningkat terutama di AS yang telah
melebihi kasus infeksi di Tiongkok, Italia dan
Spanyol. Secara umum, pergerakan nilai tukar
baik AE maupun EM bergerak depresiatif
terhadap USD, kecuali JPY dan CHF.
Meski mengalami apresiasi pada
TW1-20, pergerakan indeks DXY pada
Mar-20 cenderung fluktuatif. Indeks
DXY sempat turun pada 9 Mar-20 di level
95,07, dipengaruhi penguatan EUR dan
GBP pasca pengumuman bahwa Jerman
akan menambah paket stimulus sebesar
EUR12,4 miliar untuk membantu perusahaan
dan pekerja yang terdampak COVID-19,
meredanya spekulasi penurunan suku bunga
BoE, dan penguatan JPY di tengah sentimen
risk off pelaku pasar. Namun, indeks DXY
kembali naik tajam pada 19 dan 20 Mar-20
(102,7-102,8) di atas rerata TW1-20 (93,0),
dipengaruhi oleh peningkatan demand
terhadap USD liquidity di tengah fenomena
global asset sell-off. Tekanan likuiditas global
mereda seiring disepakatinya perjanjian swap
lines Federal Reserve Bank (the Fed) dengan
sembilan bank sentral (Australia, Brazil,
Korea Selatan, Meksiko, Singapura, Swedia,
Denmark, Norwegia, dan Selandia Baru).
Dalam hal ini, Indonesia juga memperoleh
fasilitas repurchase agreement dari the Fed
atau yang disebut facility for foreign and
international monetary authorities (FIMA).
obligasi seiring aksi likuidasi oleh investor
asing dan preferensi investor yang cenderung
memegang aset tunai.
Yield obligasi pemerintah global di-
perkirakan masih menurun secara gradual,
terutama karena wabah COVID-19 terus
menyebar dan kebijakan bank sentral
yang makin akomodatif. Penurunan yield
disebabkan upaya containment COVID-19
yang berkepanjangan dapat terus menekan
ekonomi global, adanya potensi infeksi second
wave infection, kebijakan otoritas ke depan
yang diperkirakan masih ultra akomodatif,
dan inflasi yang diprakirakan makin rendah.
Pemangkasan suku bunga lebih lanjut dan
program pembelian aset skala besar oleh
bank sentral – dapat mendorong yield makin
rendah. Selain wabah COVID-19, berbagai
risiko ketidakpastian dapat memicu risk off ke
aset obligasi, yaitu ketegangan harga minyak
antara Arab-Rusia, implementasi phase one
trade deal AS-Tiongkok, isu politik mendekati
Pemilu AS, dan ketegangan geopolitik AS-
Tiongkok yang berpotensi meningkat.
3.3 Pasar Valuta Asing
Pasar valas non USD bergerak
melemah terhadap USD pada TW1-20
dipicu oleh aksi risk-off investor seiring
meningkatnya ketidakpastian akibat
pandemi COVID-19. Indeks DXY pada
TW1-20 menguat dibandingkan TW4-19.
DXY terapresiasi 6,60% ptp dan 0,16% on
average, setelah pada TW4-19 mengalami
Bab 3 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas Global
77
-19, sehingga memicu perilaku memburu aset
safe haven – JPY dipandang sebagai salah
satu aset safe haven. JPY ditutup pada level
JPY 107,70/USD (dari JPY108,61/USD).
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.8 Indeks Nilai Tukar USD (DXY)
92
94
96
98
100
102
104Indeks DXY
TW1-20
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.9 Perubahan Nilai Tukar TW1-20 vs TW4-19
-22,5-21,0-19,5 -18,0-16,5 -15,0-13,5 -12,0 -10,5 -9,0 -7,5 -6,0 -4,5 -3,0 -1,5 0,0 1,5 3,0
EUR
GBP
JPY
INR
CNY
IDR
THB
RUB
Rata-rata Point to Point
Depresiasi Apresiasi
Mata uang Yuan Tiongkok
(CNY) melemah moderat pada TW1-20.
Pelemahan CNY dipengaruhi oleh sentimen
negatif atas ekspektasi kondisi ekonomi
domestik CNY yang terdampak signifikan
akibat wabah COVID-19 dan potensi
pemulihan ekonomi yang berjalan lambat
seiring permintaan global yang melemah
akibat kebijakan restriksi untuk mengatasi
pandemi COVID-19. CNY terdepresiasi sebesar
Mata uang Poundsterling dan Euro
(EUR) cenderung melemah terhadap USD.
Pelemahan dipengaruhi oleh aksi risk-off
pelaku pasar seiring meningkatnya kebutuhan
pendanaan jangka pendek dalam mata uang
USD, peningkatan kasus infeksi COVID-19 di
Kawasan Euro, dan rilis data ekonomi Eropa
dan Inggris yang memburuk, serta refleksi
kekecewaan pasar atas respons Pemerintah
Inggris yang dinilai lambat dalam menangani
penyebaran COVID-19. Nilai poundsterling
(GBP) terdepresiasi signifikan secara point-
to-point (ptp) pada TW1-20 sebesar -6,29%
ptp dan rerata -0,31% (dari apresiasi 7,88%
ptp dan rerata 4,16 pada TW4-19) sehingga
ditutup pada level USD1,24/GBP. EUR
mengalami tekanan seiring pemburukan data
ekonomi akibat kebijakan containment yang
ketat berupa travel ban diseluruh Eropa mulai
24 Mar-20. Namun berbeda dengan GBP, pada
TW1-20 EUR terdepresiasi moderate (-1,61%
secara ptp dan -1,85% secara rerata). Pada
akhir sesi perdagangan, EUR ditutup pada
level USD1,10/EUR (dari USD1,12/EUR pada
TW4-19).
Sementara itu, kinerja Yen (JPY)
menguat tipis pada TW1-20. Nilai JPY
terapresiasi sebesar 1,13% ptp dan 0,83
secara rerata pada TW1-20. Sebelumnya, pada
TW4-19 sentimen positif tensi dagang AS-
Tiongkok dan pemburukan kinerja domestik
Jepang menekan JPY sehingga terdepresiasi
-0,52% ptp dan rerata -1,28%. Penguatan
JPY pada TW1-20 dipicu oleh perang harga
minyak dunia di tengah kekhawatiran pasar
akan krisis yang dipicu oleh wabah COVID
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
78
surplus dari sektor pariwisata. Meski melemah
secara ptp, secara rerata pada TW1-20, THB
masih menguat tipis sebesar 0,96%. Kurs
THB ditutup pada level THB 32,67/USD (dari
THB31.72/USD pada TW4-19).
Rupiah juga melemah seiring
pelemahan mata uang dunia terhadap
USD. Peningkatan ketidakpastian global
akibat pandemi COVID-19 mengakibatkan
penurunan aliran masuk modal asing di
pasar keuangan domestik, sehingga nilai
tukar Rupiah bergerak melemah sejak akhir
Feb-20. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar
Rupiah, dan guna mendorong bekerjanya
mekanisme pasar domestik, Bank Indonesia
meningkatkan intensitas stabilisasi di pasar
DNDF, pasar spot, dan pembelian SBN dari
pasar sekunder, serta melakukan kerja sama
repo line dengan the Fed. Pada akhir Mar-20,
Rupiah diperdagangkan di sekitar Rp16.350
per dolar AS.
Pergerakan pasar valuta asing
ke depan masih dibayangi oleh
ketidakpastian seiring penyebaran
COVID-19 yang masih tinggi di sejumlah
negara dan potensi second wave
infection di beberapa negara seiring
pelonggaran kebijakan containtment.
Di beberapa negara seperti Tiongkok, Korea
Selatan, Jerman dan Inggris, jumlah kasus baru
COVID-19 mulai menurun seiring keberhasilan
kebijakan containment yang dilakukan,
sehingga secara bertahap restriksi mulai
dilonggarkan. Meski demikian, pelonggaran
dikhawatirkan dapat memicu second wave
infection di beberapa negara. Sementara itu,
-1,86% ptp dan secara rerata terkontraksi
-2,16% pada TW1-20. Sebelumnya, pada
TW4-19, CNY terapresiasi sebesar 2,66% ptp
dan 2,78% secara rerata. Pada sesi terakhir
perdagangan, CNY ditutup pada level CNY
7,08/USD (dari CNY 6,96/USD pada TW4-19).
Kinerja Rubel Rusia (RUB)
melemah tajam pada TW1-20. Pelemahan
RUB terutama diakibatkan oleh perang
harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia
akibat penolakan Rusia untuk mematuhi
kesepakatan kuota minyak OPEC pada 6
Mar-20. Penolakan tersebut dibalas oleh
Arab Saudi dengan memberikan diskon
harga minyak pada pelanggan di area
Eropa, Asia dan Amerika Serikat, sehingga
memicu penurunan harga minyak dunia.
RUB kian melemah pada Maret-20 seiring
kekhawatiran ancaman pandemi COVID-19
dan pelemahan global demand minyak dunia
akibat kebijakan lockdown serta pembatasan
perjalanan di berbagai negara. Pada TW1-20,
RUB terdepresiasi tajam sebesar -20.44% ptp
atau -2.91% secara rerata (dari 4,54% ptp
dan rerata 1,48% pada TW4-19). RUB ditutup
dengan nilai RUB 79,59/USD (dari RUB61,95/
USD) pada akhir sesi perdagangan.
Mata uang Baht Thailand (THB)
melemah tipis pada TW1-20. THB melemah
secara ptp sebesar -7,90% dibandingkan
TW4-19 yang terapresiasi 2,91% ptp.
Tekanan terhadap THB terutama terjadi pada
Mar-20 seiring peningkatan kasus COVID-19
di Thailand. Kondisi ini berbeda dengan
periode sebelumnya dimana THB dalam tren
apresiatif seiring peningkatan current account
Bab 3 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas Global
79
3.4 Pasar Komoditas
Harga komoditas cenderung
melemah seiring penurunan permintaan
global akibat kebijakan containment untuk
mengatasi pandemi COVID-19. Aktivitas
ekonomi dunia pada TW1-20 mengalami
pelemahan akibat containment measures
yang ditempuh berbagai negara untuk
memutus rantai penyebaran virus. Langkah
tersebut menurunkan permintaaan konsumsi,
menghentikan kegiatan produksi, serta
mengurangi penggunaan sarana transportasi.
Penurunan signifikan terutama terjadi pada
negara-negara yang melakukan lockdown
secara ketat seperti Tiongkok, Italia, Spanyol,
dan India. Kondisi tersebut mengakibatkan
pelemahan permintaan komoditas sehingga
menurunkan harga energi, terutama minyak.
Harga minyak melemah tajam
akibat penurunan permintaan dan tetap
tingginya pasokan minyak karena tidak
disepakatinya pakta perjanjian produksi
negara OPEC+. Rerata harga minyak TW1-
20 menurun sebesar 19,2% qtq (Brent) dan
19,0% qtq (WTI). Pada 31 Maret 2020, harga
minyak Brent ditutup lebih rendah menjadi
USD21,47 per-barel (dari USD66,42 per-barel
pada 31 Desember 2019; atau -67,7% ptp).
Sementara harga minyak WTI ditutup pada
level USD20,48 per-barel (dari USD61,06 per-
barel pada 31 Desember 2019; atau -66,5%
ptp), terendah selama 18 tahun terakhir.
Selain rendahnya permintaan akibat pandemi
COVID-19, penurunan harga minyak juga
dipengaruhi oleh runtuhnya pakta perjanjian
produksi negara OPEC+ pada awal Maret
jumlah kasus baru COVID-19 di beberapa
negara emerging seperti Rusia, India dan
Indonesia cenderung meningkat dan belum
mencapai puncaknya sehingga kebijakan
restriksi diprakirakan berlanjut hingga TW2-
20. Ketidakpastian pasar juga mengemuka
dari faktor lainnya seperti ketegangan yang
kembali mengemuka antara AS dan Tiongkok
yang dipicu oleh tuduhan AS atas Tiongkok
sebagai penyebar virus SARS-COV2, dan
ancaman retaliasi Tiongkok terhadap 122
negara yang membentuk koalisasi untuk
mendukung Australia menuntut investigasi
independen atas asal usul virus SARS-COV2
di Tiongkok.
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.10 Nilai Tukar Negara Maju
70
72
74
76
78
80
82
84
86
78
80
82
84
86
88
90
92
94
Jan-
19
Feb-
19
Mar
-19
Apr
-19
May
-19
Jun-
19
Jul-1
9
Aug
-19
Sep-
19
Oct
-19
Nov
-19
Dec
-19
Jan-
20
Feb-
20
Mar
-20
Indeks Jan 2013=100
IndeksJan 2013=100 EUR, lhs GBP, rhs JPY, rhs
Apresiasi
TW1-20
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.11 Indeks Nilai Tukar USD (DXY)
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
100,0
110,0CNY INR IDR THB RUB
Indeks 2013=100
TW1-20
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
80
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.13 Harga Minyak
45
35
25
15
55
65
75
85
USD/barrel
TW1
WTI Brent
Jan-18 Apr-18 Jul-18 Okt-18 Jan-19 Apr-19 Jul-19 Okt-19 Jan-20
Harga komoditas logam cenderung
melemah seiring pelemahan permintaan.
Penurunan tajam aktivitas manufaktur global
memicu pelemahan harga logam sebesar
4,7% qtq pada TW1-20. Harga Nikel menurun
tajam pada TW1-20 (-16,9% qtq atau -18,1%
ptp) akibat penurunan permintaan stainless
steel di Tiongkok dan Italia akibat lockdown.
Sebaliknya, harga emas meningkat sebesar
6,7% qtq atau 3,9% ptp pada periode yang
sama. Kenaikan harga emas dipengaruhi oleh
pembelian aset safe-haven untuk memitigasi
risiko di tengah ketidakpastian yang tinggi,
serta gangguan produksi tambang di Afrika
Selatan dan Amerika Selatan.
Harga komoditas pertanian
bergerak variatif pada TW1-20. Harga
jagung dan kedelai menurun, sementara
gandum dan beras meningkat. Penurunan
produksi akibat lockdown melemahkan
permintaan jagung dan kedelai yang
digunakan dalam proses produksi. Rerata
harga jagung menurun -4,6% qtq atau
-13,7% ptp dipicu penurunan permintaan
etanol untuk bahan bakar transportasi. Harga
kedelai juga menurun -4,5% qtq atau -9,2%
2020. Rusia menolak menaikkan jumlah
pemangkasan produksi sebesar 1,5 juta barel
per-hari sehingga produksi tetap tinggi di saat
demand rendah dan persediaan yang tinggi.7
Harga batu bara, berbeda dengan
minyak, relatif stabil. Harga batu bara
pada TW1-20 tumbuh tipis sekitar 0,2% ptp
sejalan dengan penurunan permintaan yang
diimbangi oleh pelemahan produksi batu
bara.8 Permintaan batu bara dari Tiongkok—
yang merupakan konsumen terbesar dengan
pangsa lebih dari 50% permintaan dunia—
melemah akibat aktivitas ekonomi domestik
yang turun tajam. Pelemahan aktivitas
ekonomi tersebut diakibatkan oleh kebijakan
karantina wilayah dan pembatasan aktivitas
bisnis yang menyebabkan disrupsi sektor
industri dan korporasi. Namun dampak pada
pelemahan harga relatif minimal karena pada
saat yang bersamaan produksi batu bara
Tiongkok terkendala akibat lockdown, serta
terjadinya penutupan tambang batu bara di
Kolombia dan Afrika Selatan.
Sumber: World Bank
Grafik 3.12 Indeks Harga Komoditas
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Jan-18 Apr-18 Jul-18 Okt-18 Jan-19 Apr-19 Jul-19 Okt-19 Jan-20
US$, 2010=100
Energi
Agrikultur
Logam
TW 1
Ket.: Data per Maret 2020
7 Sebelumnya OPEC+ telah memotong produksi minyak sebesar 2,1 juta barel per-hari sehingga total volume produksi sebesar 25,15 juta barel per-hari.
8 Dibandingkan triwulan sebelumnya, pergerakan harga batubara TW1-20 sebesar 1,5% qtq.
Bab 3 - Perkembangan Pasar Keuangan dan Komoditas Global
81
Sumber: Bloomberg
Grafik 3.14 Perubahan Harga Komoditas TW1-20 vs TW4-19
-70 -65 -60 -55 -50 -45 -40 -35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15
Oil Price - BrentOil Price - WTI
CoalGold
AlumuniumCopper
ZincNickelLead
TinCorn
WheatSoybean
RicePalm Oil
CoffeeCocoa
%
Rata-rata
Point to Point
Sumber: Bloomberg
Batu Bara USD/metric tonEmas USD/ounceAlumunium USD/tonTembaga USD/tonZinc USD/tonNikel USD/tonTimbal USD/tonTimah USD/tonJagung USD/bushelGandum USD/bushelKedelai USD/bushelBeras USD/kuintalKelapa Sawit MYR/tonKopi USD/poundKakao USD/ton
Komoditas SatuanRata-Rata Harga Last Price
Tabel 3.2 Perubahan Harga Komoditas
TW1-20 TW4-19 TW1-20 TW4-1968 67 68 68
1.582 1.483 1.577 1.5171.715 1.762 1.526 1.8105.659 5.925 4.951 6.1742.129 2.359 1.906 2.272
12.784 15.388 11.484 14.0251.835 2.044 1.742 1.927
16.280 16.707 14.602 17.175382 401 346 401548 531 563 564913 956 890 98013 13 14 13
2.681 2.494 2.393 3.026115 118 120 134
2.640 2.531 2.259 2.536
ptp akibat penurunan permintaan biofuel dan
ekspansi planting intervention kedelai di AS.
Namun, harga beras meningkat 6,3% qtq dan
6,2% ptp dipicu panic buying, pembatasan
ekspor oleh beberapa negara Asia (seperti
Vietnam), dan penurunan produksi akibat
cuaca buruk.9
Harga komoditas perkebunan
secara umum mengalami pelemahan.
Harga kelapa sawit menurun -20,9% ptp
dari triwulan sebelumnya, disebabkan
penurunan permintaan CPO akibat
lockdown, dan pembatasan impor India
atas CPO Malaysia.10,11 Secara umum, harga
kopi juga menurun -3,3% qtq atau -10,2%
ptp, terutama Robusta akibat peningkatan
suplai dari Vietnam. Harga varian Arabika
yang meningkat akibat gangguan cuaca dan
terbatasnya produksi Brazil akibat pandemi
tidak dapat menggerakkan harga kopi secara
keseluruhan. Harga kakao juga turun -10,9%
ptp akibat pelemahan permintaan dan
tingginya panen di Côte d’Ivoire, pemasok
kakao terbesar dunia.
9 Pembatasan ekspor ditujukan untuk menjaga pasokan domestik di tengah merebaknya COVID-19.
10 Namun rerata harga CPO masih lebih tinggi dibandingkan TW4-19.
11 India, pembeli utama minyak kelapa sawit global, membatasi impor minyak sawit Malaysia pada Januari 2020. Pembatasan tersebut merupakan retaliasi terhadap kritik Malaysia atas langkah India menginvasi Kashmir dan memberlakukan undang-undang (UU) kewarganegaraan baru. UU tersebut menyatakan bahwa imigran dari Afganistan, Bangladesh dan Pakistan yang datang ke India sebelum 2015 dapat mengajukan kewarganegaraan India, kecuali yang beragama Islam.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
82
Halaman ini sengaja dikosongkan
Top Related