KURVA PHILLIPS DI INDONESIA

11
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 2, Desember 2012, hlm. 183-193 KURVA PHILLIPS DI INDONESIA Maichal Faculty of Entrepreneurial Business Universitas Ciputra UC Town, CitraLand Surabaya 60219 E-mail: [email protected] Diterima 30 April 2012 / Disetujui 4 September 2012 Abstract: 7KLV SDSHU DLPV WR DQDO\]H WKH H[LVWHQFH RI WKH 3KLOOLSV FXUYH LQ WKH ,QGRQHVLDQ HFRQRP\ 4²4 7KH UHVXOWV REWDLQHG E\ XVLQJ 2/6 PHWKRG VKRZV WKDW WKH H[SHFWDWLRQVV DXJPHQWHG 3KLOOLSV FXUYH DQG WKH 1HZ .H\QHVLDQ 3KLOOLSV FXUYH PRGHOV FDQQRW JLYH D FOHDU UHVXOWV RI 3KLOOLSV FXUYH H[LVWHQFH LQ WKH ,QGRQHVLD HFRQRP\ 6KRFNV YDULDEOH VXFK DV SHUFHQWDJH FKDQJH RI H[FKDQJH UDWHV DQG FUXGH RLO SULFHV SURYLGH D YHU\ VPDOO HIIHFW RQ WKH LQIODWLRQ UDWH LQ ,QGRQHVLD )XUWKHUPRUH WKH UHVXOWV REWDLQHG E\ XVLQJ *00 PHWKRG RQ WKH K\EULG PRGHO RI WKH 1HZ .H\QHVLDQ 3KLOOLSV FXUYH VKRZV WKDW WKH 3KLOOLSV FXUYH H[LVWV LQ WKH ,QGRQHVLDQ HFRQRP\ Keywords SKLOOLSV FXUYH K\EULG PRGHO QHZ NH\QHVLDQ SKLOOLSV FXUYH Abstrak: 3DSHU LQL EHUWXMXDQ PHQJDQDOLVLV HNVLVWHQVL IHQRPHQD NXUYD 3KLOOLSV GL SHUHNR QRPLDQ ,QGRQHVLD 44 +DVLO SHQDNVLUDQ \DQJ GLSHUROHK GHQJDQ PHQJJXQDNDQ PHWRGH 2/6 PHQXQMXNNDQ EDKZD PRGHO H[SHFWDWLRQVV DXJPHQWHG 3KLOOLSV FXUYH GDQ QHZ .H\QHVLDQ 3KLOOLSV FXUYH WLGDN GDSDW PHPEHULNDQ JDPEDUDQ \DQJ MHODV PHQJHQDL HNVLVWHQVL NXUYD 3KLOOLSV GL SHUHNRQRPLDQ ,QGRQHVLD 9DULDEHO JXQFDQJDQ VHSHUWL SHUVHQWDVH SHUXEDKDQ NXUV GDQ KDUJD PLQ\DN PHQWDK PHPEHULNDQ SHQJDUXK \DQJ VDQJDW NHFLO WHUKDGDS WLQJNDW LQIODVL GL ,QGRQHVLD 6HODQMXWQ\D KDVLO SHQDNVLUDQ GHQJDQ PHQJJXQDNDQ PHWRGH *00 SDGD K\EULG PRGHO GDUL QHZ .H\QHVLDQ 3KLOOLSV FXUYH PHQXQMXNNDQ EDKZD IHQRPHQD NXUYD 3KLOOLSV HNVLV GL SHUHNRQRPLDQ ,QGRQHVLD Kata kunci: NXUYD SKLOOLSV K\EULG PRGHO QHZ NH\QHVLDQ SKLOOLSV FXUYH PENDAHULUAN Kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara secara umum ditujukan untuk mencapai tingkat pengangguran yang rendah (KLJK HP SOR\PHQW), stabilitas harga (VWDEOH SULFH) dan per- tumbuhan ekonomi yang tinggi (UDSLG JURZWK) (Friedman, 1968). Dalam penerapannya, kebi- jakan ekonomi terbagi menjadi dua jenis, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Secara teoritis, kebijakan moneter diguna- kan oleh bank sentral dalam jangka pendek un- tuk mencapai dua sasaran, yaitu untuk menjaga aktivitas ekonomi tetap tinggi dan mencapai tingkat inflasi yang rendah (Dornbusch, HW DO, 2008). Fakta empiris menunjukkan bahwa ter- dapat WUDGHRII antara kedua sasaran tersebut, di mana meningkatnya pertumbuhan RXWSXW (atau penurunan tingkat pengangguran) cenderung diikuti oleh meningkatnya tingkat inflasi. 7UDGH RII antara tingkat pengangguran dan tingkat in- flasi pertama kali ditunjukkan oleh Phillips (1958) pada perekonomian Inggris, 1861-1957. Studi empiris mengenai WUDGHRII antara ting- kat inflasi dan tingkat pengangguran kemudian dikembangkan oleh Samuelson dan Solow (1960) yang juga menemukan adanya korelasi negatif antara tingkat inflasi dan tingkat pe- ngangguran di Amerika Serikat. Perkembangan lebih lanjut mengenai feno- mena kurva Phillips dikemukakan oleh Fried- man (1968) dan Phelps (1968) yang berpendapat bahwa WUDGHRII antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran hanya akan terjadi dalam jangka

Transcript of KURVA PHILLIPS DI INDONESIA

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 2, Desember 2012, hlm. 183-193

KURVA PHILLIPS DI INDONESIA

Maichal Faculty of Entrepreneurial Business Universitas Ciputra

UC Town, CitraLand Surabaya 60219 E-mail: [email protected]

Diterima 30 April 2012 / Disetujui 4 September 2012

Abstract:

Keywords

Abstrak:

Kata kunci:

PENDAHULUAN

Kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara secara umum ditujukan untuk mencapai tingkat pengangguran yang rendah (

), stabilitas harga ( ) dan per-tumbuhan ekonomi yang tinggi ( ) (Friedman, 1968). Dalam penerapannya, kebi-jakan ekonomi terbagi menjadi dua jenis, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

Secara teoritis, kebijakan moneter diguna-kan oleh bank sentral dalam jangka pendek un-tuk mencapai dua sasaran, yaitu untuk menjaga aktivitas ekonomi tetap tinggi dan mencapai tingkat inflasi yang rendah (Dornbusch, , 2008). Fakta empiris menunjukkan bahwa ter-dapat antara kedua sasaran tersebut, di

mana meningkatnya pertumbuhan (atau penurunan tingkat pengangguran) cenderung diikuti oleh meningkatnya tingkat inflasi.

antara tingkat pengangguran dan tingkat in-flasi pertama kali ditunjukkan oleh Phillips (1958) pada perekonomian Inggris, 1861-1957.

Studi empiris mengenai antara ting-kat inflasi dan tingkat pengangguran kemudian dikembangkan oleh Samuelson dan Solow (1960) yang juga menemukan adanya korelasi negatif antara tingkat inflasi dan tingkat pe-ngangguran di Amerika Serikat.

Perkembangan lebih lanjut mengenai feno-mena kurva Phillips dikemukakan oleh Fried-man (1968) dan Phelps (1968) yang berpendapat bahwa antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran hanya akan terjadi dalam jangka

Volume 13, Nomor 2, Desember 2012: 183-193

pendek. Sedangkan, dalam jangka panjang, tidak akan terjadi karena dalam jangka

panjang, para pembuat kebijakan moneter akan menghadapi kurva Phillips yang vertikal, di mana tingkat pengangguran cenderung berada pada tingkat alamiahnya, sehingga kebijakan moneter yang berlaku hanya akan mempenga-ruhi tingkat inflasi.

Fakta empiris yang mendukung pendapat Friedman dan Phelps adalah stagflasi yang dialami oleh negara-negara industri pada tahun 1970-an. Stagflasi ini bertolak belakang dengan hubungan negatif yang ditunjukkan oleh kurva Phillips dan menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, pada kurva Phillips tidak akan terjadi (Solikin, 2004). Stagflasi ini sekaligus menjadi penyebab keruntuhan kurva Phillips di era 1970an dan 1980an (Case dan Fair, 2007).

Model makroekonomi terbaru yang di-kembangkan oleh ekonom , kur-va Phillips kini menunjukkan korelasi positif antara tingkat inflasi dan tingkat (Ro-berts, 1995; Gali dan Gertler, 1999; Clarida , 1999). Hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat kemudian disebut

(NKPC). Perkembangan yang lebih lanjut, model

mendapat bebera-pa kritik (Ball, 1994a, 1994b; Fuhrer dan Moore, 1995) yang menunjukkan bahwa model tersebut tidak optimal untuk menganalisis fenomena kurva Phillips. Terkait dengan kritik-kritik ter-sebut, Gali dan Gertler (1999) mengembangkan suatu model dari

, yaitu sebuah model yang memasukkan efek kelambanan inflasi dengan memasukan tingkat inflasi secara sebagai

dalam menentukan harga. Studi empiris mengenai kurva Phillips di

Indonesia menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian yang menggunakan model kurva Phillips sederhana (

) menyimpulkan bahwa fenomena kurva Phillips tidak eksis di perekonomian Indonesia (lihat, Amir, 2008; Sri Mulyati, 2009; Puzon, 2009)1. Beberapa penelitian lain yang menggunakan model kurva Phillips sederhana menyimpulkan bahwa fenomena kurva Phillips

1 Alat yang digunakan oleh para penulis adalah de-ngan menggunakan metode (OLS)

eksis di perekonomian Indonesia (Ika A.P, 2008)2.

Studi empiris lainnya yang telah menggu-nakan NKPC dan model dari NKPC menyimpulkan bahwa fenomena kurva Phillips eksis di perekonomian Indonesia (Solikin, 2004; Sarwohadi, 2009).

Hasil analisis yang diperoleh dari peneli-tian-penelitian terdahulu memberikan hasil yang berbeda-beda, di mana beberapa peneli-tian menyatakan bahwa kurva Phillips tidak ek-sis dan beberapa penelitian lainnya menyata-kan bahwa kurva Phillips eksis di perekonomi-an Indonesia. Dengan demikian, hasil analisis mana yang harus diambil sebagai kesimpulan akhir.

Selain itu, estimasi model pada penelitian-penelitian yang telah menggunakan NKPC maupun model dari NKPC belum mema-sukkan variabel guncangan seperti perubahan nilai tukar dan perubahan harga minyak dunia. Variabel guncangan menjadi penting dalam penaksiran model kurva Phillips karena stagfla-si yang terjadi pada tahun 1970-an di Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya yang pada akhirnya menyebabkan runtuhnya fenomena kurva Phillips, secara umum dise-babkan akibat adanya kenaikan harga minyak dunia oleh OPEC. Oleh karena itu, variabel guncangan perlu dimasukkan ke dalam model kurva Phillips dengan tujuan untuk menggam-barkan kemungkinan adanya pergeseran pada fenomena yang ditunjukkan oleh kurva Phillips (Ball dan Mankiw, 2002).

Untuk itu, paper ini bertujuan untuk me-nganalisis kembali eksistensi fenomena kurva Phillips di Indonesia, 2000Q1-2010Q3 dengan menggunakan model

NKPC dan model dari NKPC dengan memasukan variabel guncangan seperti perubahan nilai tukar dan harga minyak mentah dunia. Penelitian ini juga menggunakan beberapa indikator inflasi seperti inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK), Deflator Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi inti dan inflasi IHK y-o-y dengan tujuan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya perbedaan hasil penak-

Kurva Phillips di Indonesia (Maichal) 185

siran apabila data indikator inflasi yang digu-nakan berbeda.

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini ada-lah data time series secara kuartalan periode 2000Q1-2010Q3. Data yang digunakan bersum-ber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indo-nesia (BI), International Financial Statistic (IFS) dan U.S Energy Information Administration (EIA). Data yang digunakan meliputi: (1) inflasi IHK y-o-y; (2) IHK (2007=100); (3) deflator PDB (2005=100); (4) inflasi inti (2007=100); (5) PDB atas dasar harga konstan 2000; (6) harga minyak mentah; (7) data variabel-variabel instrumental seperti pertumbuhan uang primer dan per-ubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Generalized Method of Moments (GMM). Untuk mendapatkan hasil estimasi yang baik, maka penaksiran dengan metode OLS akan melalui tahap uji asumsi klasik. Adapun model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 2 lnygapt 3 t 4 oilt t (1)

di mana adalah inflasi i pada kuartal t; a adalah konstanta; adalah koefisien parameter estimasi; adalah tingkat inflasi i secara

( 1); lnygapt adalah logaritma natural output gap pada kuartal t t adalah perubahan nilai tukar pada kuartal t; oilt adalah harga minyak mentah pada kuartal t dan et merupakan residual. Persamaan (1) merupakan model expectations augmented Phillips curve yang akan dianalisis dengan menggunakan metode OLS. Dalam penelitian ini, output gap diperoleh dengan menggunakan Hodrick-Prescott (HP) filter dengan koefisien smoothing tuk data kuartalan. Penaksiran dengan meng-gunakan model NKPC akan dianalisis dengan mengestimasi persamaan berikut:

1 2 lnygapt 3 t 4 oilt t (2)

di mana, adalah koefisien parameter estimasi; adalah tingkat inflasi i secara

(t+1). Model NKPC pada persamaan (2) juga akan dianalisis dengan metode OLS. Pe-naksiran dengan menggunakan model dari NKPC akan dianalisis dengan mengesti-masi tiga persamaan berikut:

1 2 3 lnygapt t (3)

1 2 3 lnygap t (4)

1 2 3 lnygap t (5)

di mana, merupakan koefisien parameter esti-masi; lnygap adalah logaritma natural output gap pada kuartal ; dan lnygap adalah logaritma natural output gap .

Berbeda dengan persamaan (1) dan (2), persamaan (3), (4) dan (5) akan di analisis de-ngan metode GMM. Variabel intrumental yang digunakan dalam penaksiran dengan metode GMM adalah variabel tingkat inflasi t-1 dan t-2; tingkat inflasi t+1 dan t+2, perubahan nilai tukar (lag 0 dan lag 1), pertumbuhan uang primer (lag 0 dan lag 1), dan konstanta. Indi-kator tingkat inflasi ( ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (i) Tingkat inflasi y-o-y; (ii) Tingkat inflasi IHK (2007=100); (iii) Peru-

100); (iv) Logaritma natural PDB deflator (lnPDB deflator) (2005=100); (v) Inflasi inti (2005=100).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kurva Phillips di Indonesia: Pendekatan Model Expectations Augmented Phillips Curve dan Model NKPC

menunjukkan hasil analisis regresi de-ngan metode OLS untuk model mented Phillips curve. Berdasarkan , dapat dilihat bahwa koefisien 2 pada semua model cenderung menunjukkan nilai statistik yang tidak signifikan. Sedangkan, koefisien 1 memi-liki nilai statistik yang signifikan hanya pada

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 2, Desember 2012: 183-193 186

model yang menggunakan inflasi y-o-y, lnPDB deflator dan inflasi inti.

Hasil yang diperoleh dari model tions augmented Phillips curve juga menunjukkan nilai statistik yang tidak signifikan untuk koefi-sien 3. Sedangkan, koefisien 4 memiliki nilai statistik yang signifikan hanya pada model

nunjukkan bahwa harga minyak mentah (OP) memberikan pengaruh yang sangat kecil ter-hadap tingkat inflasi di Indonesia.

Pengujian asumsi klasik pada hasil penak-siran menunjukkan bahwa model mengalami masalah normalitas yang ditunjukkan oleh pro-babilitas nilai statistik JB yang signifikan. Na-mun, dengan menggunakan asumsi central limit theorem (CLT), maka dapat di asumsikan bahwa distribusi residual pada semua model berdis-tribusi normal. Hasil uji multikolinearitas, auto-

kolerasi dan heteroskedastisitas menunjukkan bahwa semua model bebas dari masalah-masa-lah tersebut.

Masalah asumsi klasik hanya terdapat pa-da model yang menggunakan inflasi inti, di mana model tersebut mengalami masalah de-ngan asumsi linearitas. Namun, Phillips (1958: 283) pada dasarnya telah menyatakan bahwa

yang ditunjukkan oleh kurva Phillips merupakan hubungan yang sangat tidak linier. Dengan demikian, masalah asumsi linearitas pada model yang menggunakan inflasi inti, sesungguhnya menunjukkan karakteristik kur-va Phillips yang sebenarnya, yaitu cenderung memiliki hubungan yang tidak linier.

Kecenderungan hasil yang tidak signifikan pada model expectations augmented Phillips curve ini menunjukkan bahwa model mented Phillips curve tidak dapat memberikan

Tabel 1. Hasil Uji Keberadaan Kurva Phillips: Pendekatan Model Expectations Augmented Phillips Curve

Konstanta/ Variabel

Independent

Variabel Dependent Inflasi y-o-y Inflasi IHK

(2007=100) (2007=100) LnPDB

Deflator (2005=100)

Inflasi Inti (2007=100)

a (t-stat) (prob)

2,079 (1,723) (0,093)

1,999 (1,912) (0,063)

0,018 (1,847) (0,072)

0,214 (4,102) (0,000)

1,595 (3,148) (0,003)

(t-stat) (prob)

0,765 (8,192)

(0,000)***

-0,181 (-1,122) (0,268)

-0,184 (-1,141) (0,260)

0,950 (74,228)

(0,000)***

0,368 (2,410)

(0,021)**

(t-stat) (prob)

25,816 (1,077) (0,288)

7,173 (0,250) (0,803)

0,078 (0,281) (0,782)

-0,114 (-0,744) (0,461)

7,864 (0,757) (0,453)

(t-stat) (prob)

0,055 (0,951) (0,347)

-0,010 (-0,152) (0,879)

-5,19E-05 (-0,077) (0,938)

0,000405 (1,138) (0,262)

-0,000589 (-0,023) (0,981)

(t-stat) (prob)

0,000157 (0,010) (0,9913)

0,0056 (0,330) (0,743)

6,50E-05 (0,389) (0,698)

0,000749 (4,745)

(0,000)***

-0,009 (-1,481) (0,147)

R2 (Adj-R2)

0,649 (0,611)

0,040 (-0,063)

0,042 (-0,061)

0,998 (0,998)

0,221 (0,137)

Asumsi Klasik: JB-stat (prob)

48,825 (0,000)

27,989 (0,000)

29,246 (0,000)

64,843 (0,000)

12,312 (0,002)

RESET

0,020 (0,887)

1,625 (0,210)

1,354 (0,252)

0,039 (0,843)

4,097 (0,050)

Multikolinieritas Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas B-G LM test 2,818

(0,073) 2,135

(0,133) 2,049

(0,144) 0,682

(0,511) 0,219

(0,804) White 0,766

(0,693) 1,201

(0,329) 1,290

(0,275) 0,527

(0,895) 1,071

(0,422)

Kurva Phillips di Indonesia (Maichal) 187

gambaran yang jelas mengenai fenomena kurva Phillips di Indonesia. Dengan kata lain, model expectations augmented Phillips curve sudah tidak layak lagi digunakan untuk menganalisis feno-mena kurva Phillips di Indonesia. Hasil yang serupa juga ditemukan oleh Saz (2011) pada perekonomian Turki dan Paloviita (2002) di euro area.

Paloviita (2002) berpendapat bahwa hasil estimasi pada model NKPC untuk euro area me-miliki hasil yang jauh lebih baik jika dibanding-kan dengan hasil estimasi yang dihasilkan oleh model expectations augmented Phillips curve. Bagaimana dengan hasil penaksiran dengan model NKPC untuk perekonomian Indonesia.

menunjukkan hasil analisis regresi

dengan metode OLS untuk model nesian Phillips curve. Berdasarkan , dapat dilihat bahwa hasil analisis yang menggunakan model juga membe-rikan hasil yang sama seperti model expectations augmented Phillips curve. Koefisien 2 pada se-mua model, cenderung memiliki nilai statistik yang tidak signifikan.

Pengujian asumsi klasik yang disajikan pa-da , secara umum menunjukkan bahwa masing-masing model tidak memiliki masalah dengan asumsi klasik. Dengan demikian, sama seperti hasil pada model expectations augmented Phillips curveoleh model juga tidak dapat memberikan gambaran yang jelas

Tabel 2. Hasil Uji Keberadaan Kurva Phillips: Pendekatan Model New Keynesian Phillips Curve

Konstanta/ Variabel

Independent

Variabel Dependent Inflasi y-o-y Inflasi IHK

(2007=100) (2007=100) LnPDB Deflator

(2005=100) Inflasi Inti (2007=100)

a (t-stat) (prob)

1,150 (0,920) (0,363)

2,136 (2,076) (0,044)

0,020 (2,020) (0,050)

-0,053 (-1,747) (0,088)

1,298 (2,499) (0,017)

(t-stat) (prob)

0,855 (8,216)

(0,000)***

-0,214 (-1,291) (0,204)

-0,221 (-1,326) (0,192)

1,025 (59,760)

(0,000)***

0,458 (2,748)

(0,009)***

(t-stat) (prob)

-10,009 (-0,390) (0,698)

17,538 (0,594) (0,555)

0,187 (0,646) (0,522)

0,037 (0,451) (0,654)

-1,279 (-0,121) (0,903)

(t-stat) (prob)

-0,085 (-1,415) (0,165)

-0,015 (-0,227) (0,821)

-0,000111 (-0,167) (0,867)

-0,000272 (-1,497) (0,142)

-0,037 (-1,420) (0,163)

(t-stat) (prob)

-0,000457 (-0,030) (0,975)

0,004 (0,261) (0,795)

5,26E-05 (0,319) (0,750)

-0,000188 (-2,065) (0,045)

-0,006 (-0,972) (0,337)

R2 (Adj-R2)

0,651 (0,613)

0,048 (-0,05)

0,051 (-0,051)

0,997 (0,997)

0,234 (0,152)

Asumsi Klasik: JB-stat (prob)

9,871 (0,007)

24,914 (0.000)

23,521 (0,000)

11,811 (0,002)

5,383 (0,067)

RESET

0,996 (0,324)

0,409 (0,526)

0,539 (0,467)

0,897 (0,349)

0,060 (0,806)

Multikolinieritas Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas B-G LM test 1,560

(0,224) 0,022

(0,978) 0,026

(0,973) 0,216

(0,806) 0,549

(0,582) White/ARCH 0,657

(0,793) 0,008a (0,925)

0,021a

(0,884) 0,821

(0,641) 1,335

(0,251) Keterangan: * ** merupakan tingkat signifikan pada tingkat kepercayaan 1%. Angka dalam kolom RESET, B-G LM test dan White/ARCH, masing-masing merupakan dan . Untuk uji multikolinieritas, apabila korelasi parsial antara variabel independent < 0,85, maka dapat dikatakan bahwa model bebas dari gejala multikolinieritas. “a” merupakan pengujian heteroskedastisitas yang menggunakan uji ARCH.

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 2, Desember 2012: 183-193 188

mengenai fenomena antara tingkat inflasi dan output gap di perekonomian Indone-sia.

Hal tersebut ditunjukkan oleh ketidak-mampuan model expectations augmented Phillips curve dan dalam menghasilkan nilai statistik 2 dan 2 yang signifikan. Ketidakmampuan model nesian Phillips curve dalam menjelaskan feno-mena kurva Phillips di Indonesia didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Ball (1994a, 1994b) dan Fuhrer dan Moore (1995) mengenai kelemahan curve.

Ball (1994a, 1994b) menunjukkan suatu ke-tidakkonsistenan antara dampak disinflation yang ditunjukkan dalam model Phillips curve dan dampak disinflation pada per-ekonomian riil secara aktual. Menurut Ball (1994b), secara aktual, kondisi disinflation dapat mengakibatkan resesi pada perekonomian yang ditandai dengan penurunan output agregat. Namun dalam model, Ball (1994a) menemukan bahwa kondisi disinflation yang dapat dipercaya ( ) dapat menghasilkan suatu pada perekonomian.

Ketidakkonsistenan model Phillips curve disebabkan karena penentuan har-ga dalam model bersifat (t+1). Sehingga, kebijakan disinflation akan menurun-kan ukuran kenaikan harga yang digunakan oleh agen-agen ekonomi bahkan sebelum terja-dinya perlambatan penawaran uang. Akibat-nya, keseimbangan uang riil ( )

menyebabkan peningkatan output. Ketidakkon-sistenan ini menyebabkan ketidakstabilan mo-del dalam menjelas-kan fenomena antara tingkat inflasi dan tingkat output.

Sedangkan, Fuhrer dan Moore (1995) ber-pendapat bahwa model curve tidak mampu menunjukkan derajat yang tinggi dari inflation persistence. Dalam model

nyesuaikan secara perlahan terhadap goncang-an yang terjadi di perekonomian, sedangkan tingkat inflasi dapat menyesuaikan dengan cepat apabila terjadi perubahan harga.

Menurut Fuhrer dan Moore (1995), fakta

yang ditunjukkan pada model tersebut berten-tangan dengan fakta empiris pada data. Data menunjukkan bahwa tingkat inflasi merupakan variabel yang sangat persistent. Oleh karena itu, Fuhrer dan Moore (1995) berpendapat bahwa tingkat inflasi juga memiliki suatu efek kelam-banan (inertia) dalam hal waktu yang dibu-tuhkan untuk proses penyesuaian akibat ada-nya suatu goncangan dalam perekonomian. Menurut Fuhrer dan Moore, kelemahan pada model adalah model tersebut tidak mampu menunjukkan unsur kelambanan pada tingkat inflasi sehingga mo-del tidak mampu untuk menjelaskan fenomena

pada kurva Phillips.

Eksistensi Kurva Phillips di Indonesia: Pendekatan Hybrid Model dari NKPC

Terkait dengan kritik-kritik terhadap model yang disampaikan

oleh Ball dan Fuhrer dan Moore, Gali dan Gertler (1999) mengembangkan model dari NKPC. model ini mencoba mema-sukkan efek kelambanan inflasi dalam model NKPC dengan cara menggunakan tingkat infla-si secara (t-1) sebagai rule of

dalam menentukan harga. menyajikan hasil penaksiran

model dari dengan menggunakan metode GMM. Menurut Solikin (2004), metode GMM tidak menggunakan R2 sebagai statistik standar dalam mengevaluasi baik tidaknya suatu model. Metode GMM menggunakan nilai statistik ( ) untuk melihat validitas penggunaan variabel instru-mental yang jumlahnya dapat melebihi jumlah parameter yang ditaksir. Berdasarkan nilai yang disajikan pada , dapat disimpulkan bahwa penggunaan variabel instrumental pada masing-masing model adalah valid.

Berdasarkan hasil penaksiran pada , dapat dilihat bahwa hasil penaksiran yang menggunakan inflasi y-o-y dan dengan lnygapt memiliki koefisien parameter ( 1) dan

( 2) yang signifikan pada tingkat keper-cayaan 1%. Namun, koefisien parameter output gap ( 3) memiliki nilai statistik yang tidak signi-fikan.

Penaksiran yang menggunakan inflasi y-o-y dengan lnygapt-1 memiliki koefisien para-

Kurva Phillips di Indonesia (Maichal) 189

meter (0,484) dan (0,478) yang signifikan dan keduanya memiliki nilai posi-

output gap yang signifikan dengan nilai koefisien put gap yang negatif. Namun, koefisien output gap yang signifikan ini memiliki nilai yang terlalu besar (-29,272), di mana penelitian terda-hulu yang dilakukan oleh Solikin (2004) dan Sarwohadi (2009) memperoleh nilai koefisien output gap yang hanya berkisar 0,2 sampai dengan 0,6.

Penaksiran yang menggunakan inflasi y-o-y dengan lnygapt+1 memiliki hasil penak-siran yang serupa dengan penaksiran inflasi y-o-y dengan lnygapt. Selanjutnya, hasil penak-

lnygapt memiliki koefisien parameter ( 1) dan ( 2) yang tidak signifikan dan nilai koefisien output gap yang negatif dan

signifikan (-0,450). Namun, hasil penaksiran ini belum dapat menghasilkan hasil yang baik karena model belum dapat memberikan koe-fisien parameter 1 dan 2 yang signifikan secara bersama-sama.

Hasil penaksiran yang menggunakan t-1 menunjukkan bahwa

1, 2, dan 3 memiliki nilai statistik

sing-masing koefisien signifikan pada tingkat kepercayaan 1%, 10% dan 1%. Koefisien 1 dan

2 memiliki nilai yang negatif, yaitu -0,026 dan -0,035 yang menunjukkan bahwa adanya keti-daksesuaian antara ekspektasi inflasi baik seca-ra dan dengan inflasi secara aktual. Koefisien output gap memiliki nilai posi-tif (0,475) yang menunjukkan bahwa fenomena kurva Phillips eksis di perekonomian Indone-sia.

Tabel 3. Hasil Uji Keberadaan dan Pola Pembentukan Ekspektasi pada Hybrid Model New Keynesian Phillips Curve

Variabel Dependent Model

Konstanta/Variabel Independent/J-stat

a j stat

Inflasi y-o-y

-0,126 (-0,332)

0,486 (10,887)***

0,531 (8,121)***

57,434 (1,075) 0,085

0,088 (0,292)

0,484 (13,425)***

0,478 (9,799)***

-29,272 (-2,141)** 0,147

0,092 (0,299)

0,469 (11,925)***

0,502 (10,113)***

18,902 (1,350) 0,124

LnIHK

0,020 (7,838)

-0,010 (-1,309)

0,005 (0,423)

-0,450 (-2,449)** 0,063

0,018 (7,637)

-0,026 (-2,828)***

-0,035 (-1,727)*

0,457 (2,741)*** 0,074

0,016 (7,583)

-0,015 (-1,708)*

-0,009 (-3,413)***

0,199 (2,214)** 0,142

lnPDB Deflator

-0,005 (-0,454)

0,531 (8,420)***

0,471 (7,583)***

0,417 (1,314) 0,106

0,013 (1,278)

0,463 (9,163)***

0,534 (10,817)***

-0,260 (-2,772)*** 0,065

0,011 (0,939)

0,556 (11,596)***

0,442 (9,312)***

0,273 (2,579)*** 0,098

Inflasi Inti

0,001 (0,007)

0,375 (2,959)***

0,574 (4,754)***

-39,723 (-1,989)* 0,109

0,089 (0,614)

0,528 (6,442)***

0,369 (4,755)***

14,606 (2,457)** 0,115

-2,659 (-0,551)

0,758 (6,583)***

0,438 (2,183)**

0,514 (0,537) 0,127

Keterangan: *, **, *** masing-masing merupakan tingkat signifikan pada tingkat kepercayaan 10%, 5%, 1%. Angka dalam kurung di bawah masing-masing parameter merupakan nilai . Dengan tingkat kepercayaan 5% (95%), apabila nilai stat > tabel distribusi (alternatif yang menyatakan model tidak valid diterima. Sebaliknya, apabila nilai < tabel distribusi (hipotesis null yang menyatakan bahwa model valid diterima, sedangkan hipotesis alternatif yang menyatakan model tidak valid ditolak.

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 2, Desember 2012: 183-193 190

Selanjutnya, hasil penaksiran yang meng-t+1 juga menun-

1, 2, 3 memiliki nilai t-statistik yang signifikan secara statis-

1 2 juga memiliki nilai yang output gap yang

t memiliki koefi-sien 1 2 mun memiliki koefisien 3

t-1 menunjukkan

1, 2, 3 memiliki nilai t-statistik yang

sien 1 2 memiliki nilai positif, yaitu 0,463

an antara ekspektasi inflasi baik secara backward forward

koefisien output gap memiliki nilai yang negatif

t+1 juga menun-

1, 2, 3 memiliki nilai t-sta-

nya, hasil penaksiran yang menggunakan t+1 ini memiliki

1, 2, 3

sien output gap

t 1, 2, 3

koefisien 1 2 memiliki nilai positif, se-output gap memiliki nilai ne-

t-1 1, 2, 3

1, 2, 3 masing-masing memiliki

t+1

memiliki koefisien 1 2

positif, namun memiliki koefisien 3

hybrid

backward 1 forward 2

output gap

back-ward forward memiliki nilai yang nega-

output gap

back-ward 1 forward 2

output gap

menunjukkan bahwa meskipun ekspektasi in-

Kurva Phillips dan Kebijakan Moneter

na trade-off

trade-off

lam hal persentase kenaikan harga, pergeseran

babkan keseimbangan tingkat pengangguran

Kurva Phillips di Indonesia 191

rule atau discretion

rational expectationss, suatu kebijakan moneter yang mengikuti rule akan menyebabkan eks-

jakan moneter yang mengikuti rule akan mem-

bangan optimal, fenomena kurva Phillips men-

Sebaliknya, sebuah discretionary policymana para pengambil kebijakan memilih aksi

memaksimalkan social objective function

an moneter yang bersifat discretionmampu menghasilkan suatu hasil yang optimal

rule atau discretion

hybrid

tuk menjawab pertanyaan tersebut, terlebih

yang discretion discre-tion

Gambar 1

kan Gambar 1,nesia menunjukkan tingkat fluktuasi yang

Gambar 1. Velositas Peredaran Uang di Indonesia, 2000Q1-2010Q3

Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 2, Desember 2012: 183-193 192

bias

pakan faktor utama yang menentukan kegiatan

rupakan faktor utama penentu kegiatan eko-

fat kebijakan yang discretion

juga menekankan bahwa penerapan respon

yang discretion

hybrid

discretiont-1

t+1

kebijakan yang discretionmenyebabkan eksisnya fenomena kurva Phil-

SIMPULAN

guncangan seperti perubahan nilai tukar atau

ekonomi yang tinggi, maka upaya yang perlu

rule

pelaksanaan kebijakan moneter yang bersifat discretion

DAFTAR PUSTAKA

Pengaruh Inflasi dan Pertum-buhan Ekonomi terhadap Pengangguran di Indonesia.

The Jour-nal of Economic Perspectives

American Economic Review

What Determines the Sa-crifice Ratio?.

Monetary Policy

Principles of Economics, 8

et.al

Journal of Economic Literature

et.al Macroeconomics, Tenth Edition

American Economic Review

The Quarterly Journal of Econo-mics

Dynamics: A Structural Econometric Ana-

Kurva Phillips di Indonesia 193

Journal of Monetary Economics, 44:

Analisis Kurva Phillips dan Hukum Okun di Indonesia: 1983-2006

sistency of Optimal Plans, The Journal of Political Economy

Bank of Finland Discussion Papers,

The Journal of Political Economy

Economica

Journal of American Science

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia

Journal of Money, Credit and Banking

American Economic Review

Perencanaan Pembangunan

International Research Journal of Finance and Economics

Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan,

ngent Rule?, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan

Analisis Hubungan Inflasi dan Pengangguran di Indonesia Periode 1985-2008: Pendekatan Kurva Phillips